PENYEBARAN
INOVASI
A.
Elemen Dasar dalam Proses Penyebaran
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya
menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan)
melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari
sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers
(1961), yaitu “as the process by which an innovation is communicated through
certain channels over time among the members of a social system.” Lebih jauh
dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus
berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam
istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the spread of a new idea from
its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.” Sesuai
dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen
pokok, yaitu:
(1) Inovasi;
gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap
baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif
menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh
seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang
inovatif tidak harus baru sama sekali.
(2) Saluran komunikasi;
’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan
inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber
paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b)
karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu
inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi
yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi
dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka
saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
(3) Jangka waktu;
proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang
mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan
terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak
dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan
seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan (c)
kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
(4) Sistem sosial;
kumpulan unit yang berbeda secara fungsional
dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai
tujuan bersama
B.
Pengaplikasian Definisi dari Inovasi
Teori difusi inovasi, selaras dengan
uraian di atas, dapat diterapkan di berbagai bidang. Bidang pertanian dapat
menggunakannya untuk keperluan penyebaran pema-kaian bibit unggul, terutama
tanaman pangan, demi ketahanan pangan nasional. Bidang kesehatan dapat
memanfaatkannya untuk kampanye keluarga berencana untuk mening-katkan
kesejahteraan keluarga, kampanye sanitasi untuk mencegah penyakit menular.
Bidang ekonomi dapat menggunakannya untuk kampanye pembayaran pajak secara
jujur dan tepat waktu atau pemberantasan korupsi. Bidang telekomunikasi dan
informatika dapat memakainya untuk kampanye/pendidikan penggunaan Internet
secara sehat, dsb.
Teori difusi inovasi dapat memandu
penelitian atau evaluasi keefektifan kampanye, pendidikan (formal atau
nonformal), dan terutama kegagalan-kegagalan komunikasi pem-bangunan. Contohnya
adalah program nasional pengalihan penggunaan minyak tanah dengan gas elpiji
(LPG). Program ini tidak mulus karena tergesa-gesa sehingga ada beberapa
komponen alat pembakaran yang mudah rusak dan karenanya berbahaya. Kasus
ledakan karena kerusakan alat itu sempat menjadi bahan kampanye negatif pada
difusi pemakaian LPG sebagai pengganti minyak tanah.
Setelah mengetahui penyebab
ledakan-ledakan tersebut, Pemerintah mengeluar-kan kebijakan mengganti
peralatan yang mudah rusak dan mengkampanyekan perilaku penggunaan LPG secara
aman. Kini program konversi minyak tanah oleh LPG dilanjutkan dengan lebih
berhati-hati menyediakan peralatan pembakaran, lebih tegas dalam melaku-kan
pengawasan distribusi gas, dan lebih gencar berkampanye soal cara pemakaian LPG
yang aman.
C. 5 Karakteristik yang Dihubungkan dengan Produk Baru
Rogers (1983) mengemukakan lima
karakteristik inovasi yang dapat memengaruhi keputusan terhadap pengadopsian
suatu inovasi meliputi:
1.
Keunggulan relatif (relative advantage)
Keunggulan relatif adalah derajat
dimana suatu inovasi dianggap lebih baik atau unggul dari yang pernah ada
sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi,
prestise sosial, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan
relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat
diadopsi.
Contoh :
Dalam pembelian handphone, penggunahandphone akan mencari handphone yang
lebih baik dari yang ia gunakan sebelumnya. Misalnya dari penggunaan Nokia N97
berganti ke Blackberry
2.
Kompatibilitas (compatibility)
Kompatibilitas adalah derajat dimana
inovasi tersebut dianggap konristen dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman
masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide
baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi
itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang
sesuai (compatible).
Contoh :
Dalam suku Badui dalam terdapat aturan untuk tidak menggunakan teknologi dari
luar, sehingga bentuk inovasi seperti alat-elektronik tidak mereka adopsi
karena tidak sesuai dengan norma sosial yang mereka miliki
3.
Kerumitan (complexity)
Kerumitan adalah derajat dimana inovasi
dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa
inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh
pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti
oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.
Contoh :
Masyarakat pengguna PC atau notebook terbiasa dengan penggunaan
Windows yang lebih mudah dibandingkan Linux, walaupun Linux memiliki kelebihan
dibandingkan Windows tetapi karena penggunaannya lebih rumit masih sedikit
orang yang menggunakan Linux
4.
Kemampuan diujicobakan (trialability)
Kemampuan untuk diujicobakan adalah
derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi
yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat
diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya
harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.
Contoh
: Produk Molto Ultra Sekali Bilas cepat diterima masyarakat karena secara
langsung dapat dibandingkan dengan produk-produk sejenis lainnya.
5.
Kemampuan diamati (observability)
Kemampuan untuk diamati adalah derajat
dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah
seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang
atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin
besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji
cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka
semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
D.
Adopsi dan Saluran Komunikasi dalam Proses Difusi
Anggota sistem sosial dapat dibagi ke
dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat
keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu pengelompokan
yang bisa dijadikan rujuakan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi,
yang telah duji oleh Rogers (1961). Gambaran tentang
pengelompokan adopter dapat dilihat sebagai berikut:
1. Innovators: Sekitar
2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang, berani
mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi
2. Early
Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam
penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka
pendapat), orang yang
dihormati, akses di dalam tinggi
3. Early
Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya:
penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.
4. Late
Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam
penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau
tekanan social, terlalu hati-hati.
5. Laggards
(Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional.
Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion
leaders,sumber daya terbatas.
E.
Membangun Profil Konsumen yang Menyukai Produk Baru
v Berani
mengambil risiko
Risiko menjadi faktor yang ditempatkan
paling depan dalam memulai bisnis. Nana menerapkan hal ini dalam menjalani
usahanya. Membawa 50 item lapTopper dalam pameran di Singapura, dengan harapan
pasar menyukai produk baru ini, memberikan hasil yang tak terduga sebelumnya.
Meski begitu, Nana tetap mengedepankan risiko, dan siap menerima jika ternyata
produk tak menarik minat pasar. Nyatanya, orisinalitas dan kesiapan atas risiko
justru membuat produk semakin laris dan mendapat pelanggan tetap dari satu kali
pameran ini.
v Intensitas
waktu
Merintis bisnis dengan produk baru
dikenal pasar butuh perhatian khusus. Perlu satu tahun bagi Nana untuk
memperkenalkan produk. Orisinalitas dan kemampuan pebisnis menangkap kebutuhan
dan peluang pasar memang memegang peranan, hingga akhirnya permintaan lapTopper
semakin tinggi. Kapasitas produksi pun bisa mencapai 2.000 item. Konsisten pada
bisnis dari segi waktu dan komitmen menentukan keberhasilan bisnis.
v Fokus pada
bisnis yang sedang dibangun
Keterlibatan langsung pemilik dalam
membangun bisnis menjadi kunci penting. Nana bersama suaminya fokus penuh,
mulai dari pengenalan produk, menjual langsung di setiap pameran, hingga pada
pengembangan produk kepada konsumen lebih besar, personal, maupun korporasi.
Karyawan tetap dibutuhkan dalam kaitannya dengan produksi dan proses pengiriman
barang. Namun terkait dengan manajemen bisnis, keuangan dan produk, pemilik
perlu terjun langsung pada tahap pengembangan awal bisnis.
v Aktif
berpromosi
Mengikuti berbagai ajang promosi,
seperti pameran atau bentuk kerjasama lainnya, sangat menunjang keberhasilan
produk menjaring pasar. Pebisnis perlu mengambil risiko, meski dibutuhkan biaya
tak sedikit untuk promosi. Nilai lebih dari produk orisinal adalah daya jual
yang tinggi. Biaya tinggi yang dikeluarkan untuk promosi ke luar negeri,
misalkan, adalah risiko yang harus ditempuh. Yakini bahwa produk dibutuhkan
konsumen, dan mampu menarik minat pasar.
* Membangun trust dengan pelanggan
Kepercayaan konsumen muncul dari bagaimana cara pebisnis membangun relasi. Hal
utamanya terletak pada kepuasan atas produk tersebut, dan pelayanan dari
pemilik usaha. Nana meyakini, pengiriman tepat waktu, dan pemilik selalu siap
merespons permintaan kapan pun, menjadi kunci penting membangun kepercayaan.
Pebisnis juga perlu memahami apa yang diinginkan pelanggan. Komunikasi yang
baik juga menentukan bagaimana kepercayaan terbangun dengan relasi bisnis.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar