PENGARUH
BUDAYA DALAM PERILAKU KONSUMEN
I.
Definisi Budaya
Budaya nilai-nilai,
keyakinan-keyakinan, aturan-aturan dan norma-norma yang melingkupi suatu
kelompok masyarakat akan mempengaruhi sikap dan tindakan individu dalam
masyarakat tersebut. Sikap dan tindakan individu dalam suatu masyarakat dalam
beberapa hal yang berkaitan dengan nilai, keyakinan aturan dan norma akan
menimbulkan sikap dan tindakan yang cenderung
homogen. Artinya, jika
setiap individu mengacu pada nilai, keyakinan, aturan dan norma kelompok, maka
sikap dan perilaku mereka akan cenderung seragam. Misalnya dalam suatu
masyarakat ada aturan mengenai bagaimana melakukan pernikahan sehingga
laki-laki dan perempuan dapat disahkan sebagai suami istri. Ketika anggota
masyarakat akan menikah, maka proses yang dilalui oleh anggota masyarakat itu
akan cenderung sama dengan anggota masyarakat yang lainnya.
Definisi di atas
menunjukkan bahwa budaya merupakan cara menjalani hidup dari suatu
masyarakat yang ditransmisikan pada anggota masyarakatnya dari generasi ke
generasi berikutnya. Proses transmisi dari generasi ke generasi tersebut dalam
perjalanannya mengalami berbagai proses distorsi dan penetrasi budaya lain. Hal
ini dimungkinkan karena informasi dan mobilitas anggota suatu masyarakat dengan
anggota masyarakat yang lainnya mengalir tanpa hambatan.
·
Aspek-Aspek Budaya
Budaya bersifat dinamis
dan tidak statis. Budaya secara berkelanjutan berevolusi, meramu gagasan-gagasan
lama dengan kemasan baru dan seterusnya. Suatu sistem budaya terdiri
atas area-area fungsional sebagai berikut:
1. Ekologi
2. Struktur social
3. Ideologi
II.
Mitos dan Ritual Kebudayaan
Setiap masyarakat
memiliki serangkaian mitos yang mendefinisikan budayanya. Mitos adalah
cerita yang berisi elemen simbolis yang mengekspresikan emosi dan cita-cita
budaya. Misalnya mitos mengenai binatang yang mempunyai kekuatan ( Lion
King ) atau binatang yang cerdik ( Kancil ) yang dimaksudkan sebagai
jembatan antara kemanusiaan dan alam semesta. Ada mitos pewayangan yang dapat
diangkat dalam membuat strategi penentuan merek suatu produk, seperti tokoh
Bima dalam produk Jamu kuat “ Kuku Bima Ginseng”. Sehingga pemasar
dituntut kreatif menggali mitos agar bisa digunakan sebagai sarana menyusun strategipemasaran
tertentu.
Ritual kebudayaan
merupakan kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan oleh kelompok masyarakat.
Ritual Budaya sebagai urutan-urutan tindakan yang terstandarisasi yang secara
periodik diulang, memberikan arti dan meliputi penggunaan simbol-simbol budaya
( Mowen, 1995).
Ritual budaya bukan
sekedar kebiasaan yang dilakukan seseorang, tetapi hal ini dilakukan dengan serius dan
formal, yang memerlukan intensitas mendalam dari seseorang. Kebiasaan sering
tidak serius, kadang tidak pasti dan berubah saat ada stimulus berbeda yang
lebih menarik. Seringkali ritual budaya memerlukan benda-bendayang digunakan
untuk proses ritual, dan inilah yang bisa dibuat oleh pengusaha menjadi peluang
, seperti acara ulang tahun yang biasanya ada lilin, roti tart, balon, permen,
sirup, dan lain-lain. Pesta perkawinan merupakan ritual budaya juga, sehingga
dapat menjadi peluang untuk ‘wedding organizer’ dan persewaan gedung, serta
peralatan dan perlengkapan pesta lainnya. Strategi iklan juga dapat dikaitkan
dengan ritual budaya seperti pada tema-tema perkawinan yang menonjolkan hadiah
‘berlian’ untuk pengantin perempuan, dan produk sarung untuk ritual keagamaan
dan ibadah.
Simbol kebudayaan juga
merupakan representasi tertentu dari budaya , secara umum apa yang dipakai dan
dikonsumsi oleh seseorang akan mencerminkan budayanya. Perusahaan dapat
menggunakan nilai-nilai simbolis untuk merek produknya , misalnya perusahaan
otomotif Toyota memberi nama Kijang untuk kendaraan dengan penumpang
keluarga, secara simbolis Kijang ‘ adalah binatang yang mempunyai kemampuan
lari yang sangat cepat dan lincah”.Sementara perusahaan lain Mitsubishi
menciptakan ‘Kuda’. Simbol juga dapat ditunjukkan dengan warna, seperti warna
hitam mempunyai arti formal, biru sejuk, putih artinya suci, merah simbol
berani dsb. Sehingga pemasar menggunakan warna sebagai dasar untuk menciptakan
produk yang berkaitan dengan kebutuhan simbolis.
III. Budaya
dan konsumsi
Produk mempunyai fungsi,
bentuk dan arti . Ketika konsumen membeli suatu produk mereka berharap produk
tersebut menjalankan fungsi sesuai harapannya, dan konsumen terus membelinya
hanya bila harapan mereka dapat dipenuhi dengan baik. Namun, bukan hanya fungsi
yang menentukan keberhasilan produk . Produk juga harus memenuhi harapan
tentang norma, misalnya persyaratan nutrisi dalam makanan, crispy (renyah)
untuk makanan yang digoreng, makanan harus panas untuk ‘steak hot
plate’ atau dingin untuk ‘ agar-agar pencuci mulut’.Seringkali produk juga
didukung dengan bentuk tertentu untuk menekankan simbol fungsi seperti ‘
kristal biru’ pada detergen untuk pakaian menjadi lebih putih. Produk juga
memberi simbol makna dalam masyarakat misal “ bayam” diasosiasikan dengan
kekuatan dalam film Popeye atau makanan juga dapat disimbolkan sebagai hubungan
keluarga yang erat sehingga resep turun temurun keluarga menjadi andalan dalam
memasak, misal iklan Sasa atau Ajinomoto. Produk dapat menjadi simbol dalam
masyarakat untuk menjadi ikon dalam ibadat agama.
Budaya merupakan sesuatu
yang perlu dipelajari, karena konsumen tidak dilahirkan spontan mengenai nilai
atau norma kehidupan sosial mereka, tetapi mereka harus belajar tentang apa
yang diterima dari keluarga dan teman-temannya. Anak menerima nilai dalam perilaku
mereka dari orang tua , guru dan teman-teman di lingkungan mereka. Namun dengan
kemajuan zaman yang sekarang ini banyak produk diarahkan pada kepraktisan,
misal anak-anak sekarang lebih suka makanan siap saji seperti Chicken Nugget,
Sossis, dan lain-lainnya karena kemudahan dalam terutama bagi wanita yang
bekerja dan tidak memiliki waktu banyak untuk mengolah makanan.
Kebudayaan juga
mengimplikasikan sebuah cara hidup yang dipelajari dan diwariskan, misalnya
anak yang dibesarkan dalam nilai budaya di Indonesia harus hormat pada orang
yang lebih tua, makan sambil duduk dsb. Sedangkan di Amerika lebih berorientasi
pada budaya yang mengacu pada nilai-nilai di Amerika seperti kepraktisan,
individualisme, dsb.
Budaya berkembang karena
kita hidup bersama orang lain di masyarakat. Hidup dengan orang lain
menimbulkan kebutuhan untuk menentukan perilaku apa saja yang dapat diterima
semua anggota kelompok. Norma budaya dilandasi oleh nilai-nilai, keyakinan dan
sikap yang dipegang oleh anggota kelompok masyarakat tertentu. Sistem nilai
mempunyai dampak dalam perilaku membeli, misalnya orang yang memperhatikan
masalah kesehatan akan membeli makanan yang tidak mengandung bahan yang
merugikan kesehatannya.
Nilai memberi arah
pengembangan norma, proses yang dijalani dalam mempelajari nilai dan norma
disebut ”sosialisasi atau enkulturasi”. Enkulturasi menyebabkan budaya
masyarakat tertentu akan bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman.
Sebaliknya, bila masyarakat cenderung sulit menerima hal-hal baru dalam masyarakat
dengan mempertahankan budaya lama disebut Accultiration.
Budaya pada gilirannya
akan mempengaruhi pengembangan dalam implikasi pemasaran seperti perencanaan
produk, promosi ,distribusi dan penetapan harga. Untuk mengembangkan strategi
yang efektif pemasar perlu mengidentifikasi aspek-aspek penting kebudayaan dan
memahami bagaimana mereka mempengaruhi konsumen. Sebagaimana strategi dalam
penciptaan ragam produk, segmentasi pasar dan promosi yang dapat disesuaikan
dengan budaya masyarakat.
Beberapa perubahan
pemasaran yag dapat mempengaruhi kebudayaan, seperti :
1. Tekanan pada kualitas
2. Peranan wanita yang
berubah
3. Perubahan kehidupan
keluarga
4. Sikap yang berubah
terhadap kerja dan kesenangan
5. Waktu senggang yang
meningkat
6. Pembelian secara
impulsif
7. Hasrat akan kenyamanan
IV. Strategi Pemasaran
dengan Memperhatikan Budaya
Beberapa strategi
pemasaran bisa dilakukan berkenaan dengan pemahaman budaya suatu masyarakat.
Dengan memahami budaya suatu masyarakat, pemasar dapat merencanakan strategi
pemasaran pada penciptaan produk, segmentasi dan promosi.
V.
Tinjauan Sub-Budaya.
Dalam tinjauan sub-budaya
terdapat beberapa konteks penilaian seperti:
·
Afeksi dan Kognisi.
Penilaian Afeksi dan
Kognisi merupakan penilaian terhadap suka atau tidak suka, perasaan emosional
yang tindakannya cenderung kearah berbagai objek atau ide serta kesiapan
seseorang untuk melakukan tindakan atau aktivitas.
·
Perilaku.
Perilaku merupakan suatu
bentuk kepribadian yang dapat diartikan bentuk sifat-sifat yang ada pada diri
individu, yang ditentukan oleh faktor internal (motif, IQ, emosi, dan cara
berpikir) dan faktor eksternal (lingkungan fisik, keluarga, masyarakat,
sekolah, dan lingkungan alam).
·
Faktor Lingkungan.
Prinsip teori Gestalt
ialah bahwa keseluruhan lebih berarti daripada sebagian-bagian. Sedangkan teori
lapangan dari Kurt Lewin berpendapat tentang pentingnya penggunaan dan
pemanfaatan lingkungan.
Berdasarkan teori Gestalt
dan lapangan bahwa faktor lingkungan merupakan kekuatan yang sangat berpengaruh
pada perilaku konsumen.
VI. Sub-Budaya
dan Demografis.
Berdasarkan analisa dari
bagian-bagian sub-budaya, menunjukkan bahwa sebenarnya ada variabel yang
terbentuk dari sub-budaya demografis yang menjelaskan karakteristik suatu
populasi dan dikelompokkan kedalam karakteristik yang sama.
·
Variabel yang termasuk kedalam demografis,
adalah:
v Sub
Etnis Budaya.
v Sub
Budaya-agama.
v Sub
Budaya Geografis dan Regional.
v Sub
Budaya Usia.
v Sub
Budaya Jenis Kelamin.
VII. Lintas
Budaya ( Cross Cultural Consumer Behavior )
Lintas Budaya adalah
studi ilmiah tentang perilaku manusia dan proses mental, termasuk
variabilitas dan invarian, di bawah kondisi budaya yang beragam. Melalui
memperluas metodologi penelitian untuk mengenali variasi budaya dalam perilaku,
bahasa dan makna, ia berusaha untuk memperpanjang, mengembangkan dan mengubah
psikologi.
Menurut Seggal, Dasen dan
Poortinga (1990) psikologi lintas budaya adalah kajian ilmiah mengenai perilaku
manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku
itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya.
Pengertian ini mengarahkan perhatian pada dua hal pokok, yaitu keragaman
perilaku manusia di dunia dan kaitan antara perilaku individu dengan konteks
budaya, tempat perilaku terjadi.
Menurut Triandis, Malpass
dan Davidson (1972) psikologi lintas budaya mencakup kajian suatu
pokok persoalan yang bersumber dari dua budaya atau lebih, dengan menggunakan
metode pengukuran yang ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang dapat menjadi
pijakan teori psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang diperlukan agar
menjadi universal. Sementara Brislin, Lonner dan Thorndike (1973) menyatakan
bahwa psikologi lintas budaya ialah kajian empirik mengenai anggota berbagai
kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman, yang dapat membawa ke
arah perbedaan perilaku yang dapat diramalkan dan signifikan. Triandis (1980)
mengungkapkan bahwa psikologi lintas budaya berkutat dengan kajian sistematik
mengenai perilaku dan pengalaman sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam
budaya yang berbeda, yang dipengaruhi budaya atau mengakibatkan
perubahan-perubahan dalam budaya yang bersangkutan.
·
Secara umum kebudayaan harus memiliki tiga
karakteristik, seperti:
1.
Kebudayaan dipelajari, artinya: kebudayaan
yang dimiliki setiap orang diperoleh melalui keanggotaan mereka didalam suatu
kelompok yang menurunkan kebudayaannya dari suatu generasi ke generasi
berikutnya.
2.
Kebudayaan bersifat kait-mengkait, artinya :
setiap unsur dalam kebudayaan sangat berkaitan erat satu sama lain, misalnya:
unsure agama berkaitan erat dengan unsure perkawinan, unsur bisnis berkaitan
erat dengan unsur status sosial.
3.
Kebudayaan dibagikan, artinya: prinsip-prinsip
serta kebudayaan menyebar kepada setiap anggota yang lain dalam suatu kelompok.
Mengembangkan ruang
lingkup dari nilai-nilai budaya sangatlah diperlukan karena merupakan aspek
penting dalam mengoptimalkan hasil pemasaran. Adapun yang harus
diketahui oleh para pemasar dalam mengembangkan nilai-nilai kebudayaan suatu
negara adalah sebagai berikut.
·
Kehidupan Material: mengacu pada kehidupan
ekonomi, yakni apa yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh nafkah.
·
Interaksi Sosial: interaksi sosial membangun
aturan-aturan yang dimainkan seseorang dalam masyarakat, serta pola kekuasaan
dan kewajiban mereka.
·
Bahasa: bahasa secara harfiah yaitu kata-kata
yang diucapkan, tetapi selain itu sebagai symbol komunikasi dari waktu, ruang,
benda-benda, persahabatan dan kesepakatan.
·
Estetika: meliputi seni (arts), drama, musik,
kesenian rakyat, dan arsitektur yang terdapat dalam masyarakat.
·
Nilai dan Sikap: setiap kultur mempunyai
seperangkat nilai dan sikap yang mempengaruhi hamper segenap aspek perilaku
manusia dan membawa keteraturan pada suatu masyarakat/individu-individunya.
·
Agama dan Kepercayaan: agama mempengaruhi
pandangan hidup, makna dan konsep suatu kebudayaan.
·
Edukasi: edukasi meliputi proses penerusan
keahlian, gagasan, sikap dan juga pelatihan dalam disiplin tertentu.
·
Kebiasaan-kebiasaan dan Tata Krama: kebiasaan
(customs) adalah praktek-praktek yang lazim/mapan. Tata Krama (manners) adalah
perilaku-perilaku yang dianggap tepat pada masyarakat tertentu.
·
Etika dan Moral: pengertian apa yang disebut
apa yang benar dan salah didasarkan pada kebudayaan.
VIII. Bauran
Pemasaran Dalam Lintas Budaya.
Beberapa hal dalam
pemasaran internasional yang berkaitan dengan lintas budaya adalah bagaimana
mengorganisasikan perusahaan agar dapat menembus pasar luar negeri, bagaimana
keputusan masuk ke dalam pasar internasional, bagaimana merencanakan
standarisasi, bagaimana merencanakan produk, bagaimana merencanakan distribusi,
bagaimana merencanakan promosi, dan bagaimana menetukan harga produk.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar