Kamis, 01 Januari 2015

MORALITAS KORUPTOR

4EA17
Elizabeth Tia Anggraeni
19211209
Tugas 4

ABSTRAK

Elizabeth Tia Anggraeni, 19211209, 4EEA17
MORALITAS KORUPTOR
Kata Kunci : Mengapa korupsi bisa terjadi dan sulit diberantas ?Bagaimana dampaknya ? Siapa yang harus bertanggungjawab ?

Penulisan ini bertujuan Untuk mengetahui alasan korupsi bisa terjadi dan sulit diberantas,untuk mengetahui dampak yang terjadi akibat korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis, untuk mengetahui siapa yang harus bertanggungjawab. Moralitas sangatlah penting untuk dimiliki oleh semua orang karena itu merupakan pedoman untuk megetahui mana perbuatan baik dan buruk. Namun korupsi merupakan tindakan yang tidak memiliki moral dan melanggar norma-norma yang ada. Salah satu contoh kasus yang saya ambil adalah kasus hambalang dimana didalamnya terlibat pejabat tinggi Negara Indonesia yaitu yang menjabat saat itu Menteri Menpora, Andi Mallarangeng. Berdasarkan hasil penulisan maka didapat bahwa korupsi tanpa pandang bulu baik itu pejabat tinggi maupun penegak hukum. Korupsi memberikan dampak yang sangat merugikan bagi Negara ini. Korupsi juga telah menghilangkan moralitas yang dimilik orang tersebut. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk menulis mengenai “Moralitas Koruptor”.  


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
Dalam waktu-waktu belakangan ini kita sering sekali mendengar di televisi maupun melihat di koran dan internet masalah mengenai korupsi. Korupsi adalah sebuah kejahatan yang dapat merusak bangsa kita. Di Indonesia bukanlah hal yang baru lagi dengan masalah yang satu ini, bahkan Indonesia termasuk dalam salah satu Negara yang terkorup. Ungkapan ini merupakan hal yang sangatlah menyedihkan.
Korupsi sudah seperti diturunkan dari generasi ke generasi dan tidak pandang bulu, bukan hanya menyerang pejabat-pejabat tinggi tetapi juga penegak hukum. Korupsi hanya menjadi beban bagi rakyat, sehingga dapat dilihat masih banyak rakyat yang tidak mampu/miskin. Semestinya para pejabat-pejabat tinggi ini sebagai wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat untuk menyejahterakan malah menyalahgunakan jabatannya untuk memperkaya diri.
Orang-orang yang melakukan korupsi, mereka sudah tidak memiliki hati nurani dan juga moral mereka sudah rusak. Sehingga tidak dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan buruk, koruptor itu hanya dibutakan oleh harta saja. Hal tersebut memberi dampak buruk bagi generasi muda, dimana yang semestinya para pejabat maupun penegak hukum menjadi pautan malah memberikan ajaran yang tidak patut ditiru. Penegakan hukum pun untuk para koruptor terkadang terlihat tidak adil. Oleh sebab itu penulis ingin menulis mengenai “ Moralitas Koruptor”

1.2.   Rumusan dan Batasan Masalah
1.2.1.      Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang diatas, maka dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Mengapa korupsi bisa terjadi dan sulit diberantas ?
2.      Bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis ?
3.      Siapa yang harus bertanggungjawab ?

1.2.2.      Batasan Masalah
Untuk membatasi masalah dalam penulisan ini, penulis membatasi hanya pada masalah moralitas koruptor

1.3.   Tujuan
Tujuan dalam penulisan untuk memenuhi tugas softskill mata kuliah Etika Bisnis dalam membuat jurnal tentang Etika Bisnis. Maksud dari penuliisan ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui alasan korupsi bisa terjadi dan sulit diberantas
2.      Untuk mengetahui dampak yang terjadi akibat korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis
3.      Untuk mengetahui siapa yang harus bertanggungjawab


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.   Definisi Moralitas
Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup tentang baik-buruknya perbuatan manusia. (W.Poespoprojo, 1998: 18)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dijelaskan bahwa moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket atau adat sopan santun.

2.2.   Definisi Korupsi
Korupsi dan koruptor berasal dari bahasa latin corruptus, yakni berubah dari kondisi yang adil, benar dan jujur menjadi kondisi yang sebaliknya (Azhar, 2003:28). Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo.UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang dapat dikelompokkan; kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, gratifikasi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi (KPK, 2006: 19-20).
PP Pengganti UU Nomor 24 Tahun 1960, mengartikan korupsi sebagai "tindakan seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian negara dan daerah atau merugikan keuangan suatu badan hukum lain yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain yang memergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari Negara atau masyarakat", dst.
Definisi lengkap korupsi menurut Asian Development Bank (ADB) adalah korupsi melibatkan perilaku oleh sebagian pegawai sektor publik dan swasta, dimana mereka dengan tidak pantas dan melawan hukum memperkaya diri mereka sendiri dan atau orang-orang yang dekat dengan mereka, atau membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut, dengan menyalahgunakan jabatan dimana mereka ditempatkan.
2.3.   Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi
Adapun unsur-unsur tindak pidana korupsi dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 adalah :
1.      Tindakan seseorang atau badan hukum melawan hukum
2.      Tindakan tersebut menyalahgunakan wewenang.
3.      Dengan maksud untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.
4.      Tindakan tersebut merugikan negara atau perekonomian Negara atau patut diduga merugikan keuangan dan  perekonomian negara.
5.      Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya
6.      Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
7.      Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
8.      Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
9.      Adanya perbuatan curang atau sengaja membiarkan terjadinya perbuatan curang tersebut.
10.  Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.
11.  Dengan sengaja Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya dan membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut serta membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.
12.  Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

2.4.   Jenis-Jenis Korupsi
Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu (Anwar, 2006:18):
·         Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada penguasa. 
·         Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya. 
·         Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya. 
·         Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi. 

  
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1.   Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah kasus skandal proyek hambalang

3.2.   Teknik Pengambilan Data
Dalam penulisan ini penulis memperoleh data yang digunakan dengan studi perpustakaan yaitu dengan membaca referensi-referensi buku maupun internet dan literatur yang sesuai dengan pembahasan masalah tentang moralitas koruptor


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Faktor-Faktor dan Alasan Terjadinya Korupsi
Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Berdasarkan Gone Theory yang dikemukakan oleh Jack Bologne, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi yaitu :
·         Greeds (keserakahan)
·         Opportunities (kesempatan melakukan kecurangan)
·         Needs (kebutuhan hidup yang sangat banyak)
·         Exposures (pengungkapan): tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.
Banyak sekali faktor-faktor yang dapat menjadi dari penyebab tindakan korupsi ini. Faktor tersebut diantaranya adalah sebagai berikut ini.
1.      Iman Yang Tidak Kuat (Iman yang lemah)
Orang-orang yang memiliki kelemahan iman, sangat mudah sekali untuk melakukan tindakan kejahatan seperti korupsi contohnya. Apabila iman orang tersebut kuat, mereka tidak akan melakukan tindakan korups ini. Banyak sekali alasan yang diberikan oleh penindak korupsi ini.

2.      Lemahnya penegakan hukum
Lemahnya dan tidak tegasnya penegakan hukum merupakan faktor berkembangnya tindakan korupsi. Penegakan hukum yang lemah ini dapat menghindarkan para pelaku korupsi dari sanksi-sanksi hukum.

3.      Kurangnya Sosialisasi dan Penyuluhan kepada Masyarakat
Hal ini dapat menyebabkan masyarakat tidak tahu tentang mengenai bentuk-bentuk tindakan korupsi, ketentuan dan juga sanksi hukumnya, dan juga cara menghindarinya. Akibatnya, banyak sekali diantara mereka yang menganggap "biasa"  terhadap tindakan korupsi, bahkan merekapun juga akan melakukan hal tersebut.

4.      Desakan Kebutuhan Ekonomi
Dengan keadaan ekonomi yang sulit, semua serba sulit, berbagai tindakan pun akan dilakukan oleh seseorang, guna untuk mempermudah kebutuhan ekonomi seseorang, salahsatunya adalah dengan melakukan tindakan korupsi.

5.      Pengaruh Lingkungan
Lingkungan yang baik akan berdampak baik juga bagi orang yang berada dilingkungan tersebut, tetapi bagaimana jika di lingkungan tersebut penuh dengan tindakan korupsi dan lain-lain. Maka orang tersebut juga akan terpengaruh dengan tindakan kriminal, contohnya korupsi.

4.2. Dampak - Dampak yang ditimbulkan Oleh Korupsi
Berkaitan dengan dampak yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi, setidaknya terdapat dua konsekuensi. Konsekuensi negatif dari korupsi sistemik terhadap proses demokratisasi dan pembangunan yang berkelanjutan adalah :
a. Korupsi mendelegetimasikan proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses politik melalui politik uang;
b. Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik, membuat tiadanya akuntabilitas publik, dan menafikan the rule of law. Hukum dan birokrasi hanya melayani kepada kekuasaan dan pemilik modal;
c. Korupsi meniadakan sistem promosi dan hukuman yang berdasarkan kinerja karena hubungan patron-client dan nepotisme;
d. Korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga menganggu pembangunan yang berkelanjutan;
e. Korupsi mengakibatkan sistem ekonomi karena produk yang tidak kompetitif dan penumpukan beban hutang luar negeri.

Korupsi yang sistematik dapat menyebabkan :
a. Biaya ekonomi tinggi oleh penyimpangan intensif;
b. Biaya politik oleh penjarahan atau pengangsiran terhadap suatu lembaga publik, dan;
c. Biaya sosial oleh pembagian kesejahteraan dan pembagian kekuasaan yang tidak semestinya.

Dampak korupsi dilihat dari beberapa aspek yaitu :  
1.      Masyarakat dan Individu
Korupsi dapat berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial. Korupsi mengakibatkan perbedaan yang tajam diantara kelompok sosial dan individu baik dalam hal pendapatan, kekuasaan, dan lain-lain. Korupsi juga membahayakan terhadap standar moral dan intelektual masyarakat. Jika suasana masyarakat telah tercipta seperti demikian, maka keinginan publik untuk berkorban demi kebaikan dan perkembangan masyarakat akan terus menurun dan mungkin akan hilang.
2.      Kesejahteraan umum negara
Korupsi politis yang berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat. Salah satu contohnya adalah politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar namun merugikan perusahaa kecil. Timbulnya privatisasi besar-besaran yang ditandai dengan dikeluarkannya berbagai undang-undang yang merugikan rakyat seperti Undang-Undang Ketenagalistrikan, Undang-Undang Minerba, Undang-Undang BHP, dan sebagainya dalah akibat dari korupsi politis. Politikus-politikus ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberi sumbangan besar pada kampanye pemilu mereka sehingga setiap undang-undang yang dibuat hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan besar saja.

4.3.Contoh Kasus Korupsi (Kasus Hambalang)
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Andi Alfian Mallarangeng, didakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp 4 miliar dan 550.000 dollar AS dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Dakwaan Andi dibacakan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi secara bergantian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (10/3/2014).
"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya terdakwa melalui Andi Zulkarnain Anwar alias Choel Mallarangeng," ujar Jaksa Irene Putri saat membacakan surat dakwaan.
Jaksa memaparkan, uang tersebut diterima melalui Choel secara bertahap dari sejumlah pihak. Rinciannya, yaitu 550.000 dollar AS dari mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora, Deddy Kusdinar, diterima oleh Choel di rumahnya;  Rp 2 miliar dari PT Global Daya Manunggal (PT GDM) yang diterima Choel di rumahnya; Rp 1,5 miliar dari PT GDM diterima Choel dari Wafid Muharam yang saat itu menjabat Sekretaris Kemenpora; kemudian Rp 500 juta dari PT GDM diterima Choel melalui Mohammad Fakhruddin.
Menurut Jaksa, Andi telah mengarahkan proses penganggaran dan pengadaan barang dan jasa P3SON. Dalam perbuatannya itu, Andi didakwa bersama-sama Deddy Kusdinar, Teuku Bagus Mokhamad Noor, Machfud Suroso, Wafid Muharam, Choel Mallarangeng, Muhammad Fakhruddin, Muhammad Arifin, Lisa Lukitawati Isa, dan Paul Nelwan.  
Andi juga didakwa memperkaya orang lain, yaitu Deddy Kusdinar, Wafid Muharam, Anas Urbaningrum, Mahyuddin, Teuku Bagus Mokhamad Noor, Machfud Suroso, Olly Dondokambey, Joyo Winoto, Lisa Lukitawati Isa, Anggraheni Dewi Kusumastuti, Adirusman Dault, Imanullah Aziz, dan Nanang Suhatmana.
Selain itu, memperkaya korporasi, diantaranya, PT Yodya Karya, PT Metaphora Solusi Global, PT Malmas Mitra Teknik, PD Laboratorium Teknik Sipil Geonives, PT Global Daya Manunggal, PT Dutasari Citra Laras, hingga 32 perusahaan subkontrak KSO Adhi Karya-Widya Karya (Adhi-Wika).
Dalam dakwaan kesatu ini, Andi dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jakarta sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP. Atas perbuatannya, Andi dinilai telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 463,391 miliar, berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

4.4. Solusi untuk Mencegah dan Memberantas Korupsi
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indone-sia, antara lain sebagai berikut :
1.      Upaya Pencegahan (Preventif)
a)      Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
b)      Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
c)      Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung jawab yang tinggi.
d)     Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
e)      Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
f)       Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
g)      Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
h)      Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.

2.       Upaya Penindakan (Kuratif):
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
a)      Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
b)      Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
c)      Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004).
d)     Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuang-an negara Rp 10 milyar lebih (2004).
e)      Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
f)       Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g)      Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h)      Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i)        Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
j)        Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
3.      Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa:
a)      Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
b)      Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c)      Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.
d)     Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
e)      Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas

4.      Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat):
a)      Indonesia Corruption Watch (ICW)
b)      Transparency International (TI)

BAB V
PENUTUP

5.1.   Kesimpulan
Korupsi merupakan kejahatan yag dapat merusak bangsa. Dampak yang ditimbulkan oleh korupsi juga sangatlah banyak bukan hanya pada masyarakatnya tetapi juga merugikan Negara itu sendiri. Penyebab korupsi kebanyakan adalah penyalahgunaan wewenang dan jabatan para pejabat-pejabat tinggi demi kepentingan pribadi “untuk menimbun pundi-pundi uang”. Oleh sebab itu moralitas sangatlah diperlukan bagi setiap orang agar dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan buruk.

5.2.   Saran
1.      Korupsi jangan kita anggap sebagai hal yang biasa. Kita harus menyuarakan keras anti korupsi, mulai dari hal yang kecil seperti jangan menggunakan uang sekolah untuk senang-senang pribadi. Karena dari situlah mulai penanaman untuk korupsi ditanamkan. Dan jangan mudah terbawa dengan lingkungan yang buruk dengan cara menguatkan iman kepada Tuhan.
2.      KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi untuk terus bertindak lebih lagi dalam memberantas korupsi.
3.      Penegakan hukum yang tegas kepada para koruptor dengan memberikan hukuman yang seberat-beratnya sehingga menimbulkan efek jera.


DAFTAR PUSTAKA

Azhar, Muhammad, 2003, Pendidikan Antikorupsi, Yogyakarta: LP3 UMY, Partnership, Koalisis Antarumat Beragama untuk Antikorupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006, Memahami Untuk Membasmi; Buku Saku Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar