4EA17
Elizabeth Tia Anggraeni
19211209
Tugas 4
ABSTRAK
Elizabeth Tia
Anggraeni,
19211209, 4EEA17
“MORALITAS
KORUPTOR”
Kata Kunci : Mengapa korupsi bisa terjadi dan sulit diberantas
?Bagaimana dampaknya ? Siapa yang harus bertanggungjawab ?
Penulisan
ini bertujuan Untuk mengetahui alasan korupsi bisa terjadi dan sulit diberantas,untuk
mengetahui dampak yang terjadi akibat korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis,
untuk mengetahui siapa yang harus bertanggungjawab. Moralitas sangatlah penting
untuk dimiliki oleh semua orang karena itu merupakan pedoman untuk megetahui
mana perbuatan baik dan buruk. Namun korupsi merupakan tindakan yang tidak
memiliki moral dan melanggar norma-norma yang ada. Salah satu contoh kasus yang
saya ambil adalah kasus hambalang dimana didalamnya terlibat pejabat tinggi
Negara Indonesia yaitu yang menjabat saat itu Menteri Menpora, Andi Mallarangeng.
Berdasarkan hasil penulisan maka didapat bahwa korupsi tanpa pandang bulu baik
itu pejabat tinggi maupun penegak hukum. Korupsi memberikan dampak yang sangat
merugikan bagi Negara ini. Korupsi juga telah menghilangkan moralitas yang
dimilik orang tersebut. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk menulis mengenai
“Moralitas Koruptor”.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dalam
waktu-waktu belakangan ini kita sering sekali mendengar di televisi maupun
melihat di koran dan internet masalah mengenai korupsi. Korupsi adalah sebuah
kejahatan yang dapat merusak bangsa kita. Di Indonesia bukanlah hal yang baru
lagi dengan masalah yang satu ini, bahkan Indonesia termasuk dalam salah satu
Negara yang terkorup. Ungkapan ini merupakan hal yang sangatlah menyedihkan.
Korupsi
sudah seperti diturunkan dari generasi ke generasi dan tidak pandang bulu,
bukan hanya menyerang pejabat-pejabat tinggi tetapi juga penegak hukum. Korupsi
hanya menjadi beban bagi rakyat, sehingga dapat dilihat masih banyak rakyat
yang tidak mampu/miskin. Semestinya para pejabat-pejabat tinggi ini sebagai
wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat untuk menyejahterakan malah
menyalahgunakan jabatannya untuk memperkaya diri.
Orang-orang
yang melakukan korupsi, mereka sudah tidak memiliki hati nurani dan juga moral
mereka sudah rusak. Sehingga tidak dapat membedakan mana perbuatan yang baik
dan buruk, koruptor itu hanya dibutakan oleh harta saja. Hal tersebut memberi
dampak buruk bagi generasi muda, dimana yang semestinya para pejabat maupun
penegak hukum menjadi pautan malah memberikan ajaran yang tidak patut ditiru. Penegakan
hukum pun untuk para koruptor terkadang terlihat tidak adil. Oleh sebab itu
penulis ingin menulis mengenai “ Moralitas Koruptor”
1.2.
Rumusan dan Batasan Masalah
1.2.1.
Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang diatas,
maka dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Mengapa korupsi
bisa terjadi dan sulit diberantas ?
2.
Bagaimana
dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis ?
3.
Siapa yang harus
bertanggungjawab ?
1.2.2.
Batasan Masalah
Untuk membatasi masalah dalam
penulisan ini, penulis membatasi hanya pada masalah moralitas koruptor
1.3.
Tujuan
Tujuan dalam penulisan untuk memenuhi
tugas softskill mata kuliah Etika Bisnis dalam membuat jurnal tentang Etika
Bisnis. Maksud dari penuliisan ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui
alasan korupsi bisa terjadi dan sulit diberantas
2.
Untuk mengetahui
dampak yang terjadi akibat korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis
3.
Untuk mengetahui
siapa yang harus bertanggungjawab
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
Definisi Moralitas
Moralitas adalah
kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar
atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup tentang baik-buruknya perbuatan
manusia. (W.Poespoprojo, 1998: 18)
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, dijelaskan bahwa moralitas adalah sopan
santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket atau adat sopan santun.
2.2.
Definisi Korupsi
Korupsi dan koruptor berasal dari bahasa
latin corruptus, yakni berubah dari kondisi yang adil, benar dan jujur menjadi
kondisi yang sebaliknya (Azhar, 2003:28). Menurut perspektif hukum, definisi
korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31
Tahun 1999 jo.UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi
dirumuskan kedalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang dapat
dikelompokkan; kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam
jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan,
gratifikasi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai
perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi (KPK, 2006: 19-20).
PP Pengganti UU Nomor 24 Tahun 1960,
mengartikan korupsi sebagai "tindakan seseorang yang dengan atau karena
melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan
keuangan atau perekonomian negara dan daerah atau merugikan keuangan suatu
badan hukum lain yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah atau
badan hukum lain yang memergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari
Negara atau masyarakat", dst.
Definisi lengkap korupsi
menurut Asian Development Bank (ADB) adalah korupsi melibatkan
perilaku oleh sebagian pegawai sektor publik dan swasta, dimana mereka dengan
tidak pantas dan melawan hukum memperkaya diri mereka sendiri dan atau orang-orang
yang dekat dengan mereka, atau membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal
tersebut, dengan menyalahgunakan jabatan dimana mereka ditempatkan.
2.3.
Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi
Adapun
unsur-unsur tindak pidana korupsi dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 adalah
:
1.
Tindakan
seseorang atau badan hukum melawan hukum
2.
Tindakan
tersebut menyalahgunakan wewenang.
3.
Dengan maksud
untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.
4.
Tindakan
tersebut merugikan negara atau perekonomian Negara atau patut diduga merugikan keuangan
dan perekonomian negara.
5.
Memberi atau
menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan
maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya
6.
Memberi sesuatu
kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan
sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan
dalam jabatannya.
7.
Memberi atau
menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
8.
Memberi atau
menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang
pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan
diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk
diadili.
9.
Adanya perbuatan
curang atau sengaja membiarkan terjadinya perbuatan curang tersebut.
10. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang
disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut
diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan
perbuatan tersebut.
11. Dengan sengaja Menggelapkan, menghancurkan,
merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar
yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang
berwenang, yang dikuasai karena jabatannya dan membiarkan orang lain
menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai
barang, akta, surat, atau daftar tersebut serta membantu orang lain
menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai
barang, akta, surat, atau daftar tersebut.
12. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan
dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau
janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
2.4.
Jenis-Jenis Korupsi
Jenis
korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M.
Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu (Anwar,
2006:18):
·
Korupsi
ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada
penguasa.
·
Korupsi
manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi
kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang
menguntungkan bagi usaha ekonominya.
·
Korupsi
nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan,
pertemanan, dan sebagainya.
·
Korupsi
subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-wenang
untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1.
Objek
Penelitian
Objek penelitian ini adalah kasus
skandal proyek hambalang
3.2.
Teknik
Pengambilan Data
Dalam penulisan ini penulis memperoleh
data yang digunakan dengan studi perpustakaan yaitu dengan membaca
referensi-referensi buku maupun internet dan literatur yang sesuai dengan
pembahasan masalah tentang moralitas koruptor
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Faktor-Faktor
dan Alasan Terjadinya Korupsi
Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang PemberantasanTindak
Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah setiap orang
yang dikategorikan melawan hukum, melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara.
Berdasarkan
Gone Theory yang dikemukakan oleh Jack Bologne, ada beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya korupsi yaitu :
·
Greeds (keserakahan)
·
Opportunities (kesempatan melakukan
kecurangan)
·
Needs (kebutuhan hidup yang sangat
banyak)
·
Exposures (pengungkapan): tindakan atau
konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan
melakukan kecurangan.
Banyak
sekali faktor-faktor yang dapat menjadi dari penyebab tindakan korupsi ini.
Faktor tersebut diantaranya adalah sebagai berikut ini.
1.
Iman Yang Tidak Kuat (Iman yang lemah)
Orang-orang yang memiliki kelemahan iman, sangat mudah sekali untuk melakukan tindakan kejahatan seperti korupsi contohnya. Apabila iman orang tersebut kuat, mereka tidak akan melakukan tindakan korups ini. Banyak sekali alasan yang diberikan oleh penindak korupsi ini.
Orang-orang yang memiliki kelemahan iman, sangat mudah sekali untuk melakukan tindakan kejahatan seperti korupsi contohnya. Apabila iman orang tersebut kuat, mereka tidak akan melakukan tindakan korups ini. Banyak sekali alasan yang diberikan oleh penindak korupsi ini.
2.
Lemahnya penegakan hukum
Lemahnya dan tidak tegasnya penegakan hukum merupakan faktor berkembangnya tindakan korupsi. Penegakan hukum yang lemah ini dapat menghindarkan para pelaku korupsi dari sanksi-sanksi hukum.
Lemahnya dan tidak tegasnya penegakan hukum merupakan faktor berkembangnya tindakan korupsi. Penegakan hukum yang lemah ini dapat menghindarkan para pelaku korupsi dari sanksi-sanksi hukum.
3.
Kurangnya Sosialisasi dan Penyuluhan
kepada Masyarakat
Hal ini dapat menyebabkan masyarakat tidak tahu tentang mengenai bentuk-bentuk tindakan korupsi, ketentuan dan juga sanksi hukumnya, dan juga cara menghindarinya. Akibatnya, banyak sekali diantara mereka yang menganggap "biasa" terhadap tindakan korupsi, bahkan merekapun juga akan melakukan hal tersebut.
Hal ini dapat menyebabkan masyarakat tidak tahu tentang mengenai bentuk-bentuk tindakan korupsi, ketentuan dan juga sanksi hukumnya, dan juga cara menghindarinya. Akibatnya, banyak sekali diantara mereka yang menganggap "biasa" terhadap tindakan korupsi, bahkan merekapun juga akan melakukan hal tersebut.
4.
Desakan Kebutuhan Ekonomi
Dengan keadaan ekonomi yang sulit, semua serba sulit, berbagai tindakan pun akan dilakukan oleh seseorang, guna untuk mempermudah kebutuhan ekonomi seseorang, salahsatunya adalah dengan melakukan tindakan korupsi.
Dengan keadaan ekonomi yang sulit, semua serba sulit, berbagai tindakan pun akan dilakukan oleh seseorang, guna untuk mempermudah kebutuhan ekonomi seseorang, salahsatunya adalah dengan melakukan tindakan korupsi.
5.
Pengaruh Lingkungan
Lingkungan yang baik akan berdampak baik juga bagi orang yang berada dilingkungan tersebut, tetapi bagaimana jika di lingkungan tersebut penuh dengan tindakan korupsi dan lain-lain. Maka orang tersebut juga akan terpengaruh dengan tindakan kriminal, contohnya korupsi.
Lingkungan yang baik akan berdampak baik juga bagi orang yang berada dilingkungan tersebut, tetapi bagaimana jika di lingkungan tersebut penuh dengan tindakan korupsi dan lain-lain. Maka orang tersebut juga akan terpengaruh dengan tindakan kriminal, contohnya korupsi.
4.2. Dampak - Dampak
yang ditimbulkan Oleh Korupsi
Berkaitan dengan dampak
yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi, setidaknya terdapat dua
konsekuensi. Konsekuensi negatif dari korupsi sistemik terhadap proses
demokratisasi dan pembangunan yang berkelanjutan adalah :
a. Korupsi mendelegetimasikan proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses politik melalui politik uang;
b. Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik, membuat tiadanya akuntabilitas publik, dan menafikan the rule of law. Hukum dan birokrasi hanya melayani kepada kekuasaan dan pemilik modal;
c. Korupsi meniadakan sistem promosi dan hukuman yang berdasarkan kinerja karena hubungan patron-client dan nepotisme;
d. Korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga menganggu pembangunan yang berkelanjutan;
e. Korupsi mengakibatkan sistem ekonomi karena produk yang tidak kompetitif dan penumpukan beban hutang luar negeri.
Korupsi yang sistematik dapat menyebabkan :
a. Biaya ekonomi tinggi oleh penyimpangan intensif;
b. Biaya politik oleh penjarahan atau pengangsiran terhadap suatu lembaga publik, dan;
c. Biaya sosial oleh pembagian kesejahteraan dan pembagian kekuasaan yang tidak semestinya.
a. Korupsi mendelegetimasikan proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses politik melalui politik uang;
b. Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik, membuat tiadanya akuntabilitas publik, dan menafikan the rule of law. Hukum dan birokrasi hanya melayani kepada kekuasaan dan pemilik modal;
c. Korupsi meniadakan sistem promosi dan hukuman yang berdasarkan kinerja karena hubungan patron-client dan nepotisme;
d. Korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga menganggu pembangunan yang berkelanjutan;
e. Korupsi mengakibatkan sistem ekonomi karena produk yang tidak kompetitif dan penumpukan beban hutang luar negeri.
Korupsi yang sistematik dapat menyebabkan :
a. Biaya ekonomi tinggi oleh penyimpangan intensif;
b. Biaya politik oleh penjarahan atau pengangsiran terhadap suatu lembaga publik, dan;
c. Biaya sosial oleh pembagian kesejahteraan dan pembagian kekuasaan yang tidak semestinya.
Dampak korupsi dilihat
dari beberapa aspek yaitu :
1.
Masyarakat dan
Individu
Korupsi dapat berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial. Korupsi mengakibatkan perbedaan yang tajam diantara kelompok sosial dan individu baik dalam hal pendapatan, kekuasaan, dan lain-lain. Korupsi juga membahayakan terhadap standar moral dan intelektual masyarakat. Jika suasana masyarakat telah tercipta seperti demikian, maka keinginan publik untuk berkorban demi kebaikan dan perkembangan masyarakat akan terus menurun dan mungkin akan hilang.
Korupsi dapat berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial. Korupsi mengakibatkan perbedaan yang tajam diantara kelompok sosial dan individu baik dalam hal pendapatan, kekuasaan, dan lain-lain. Korupsi juga membahayakan terhadap standar moral dan intelektual masyarakat. Jika suasana masyarakat telah tercipta seperti demikian, maka keinginan publik untuk berkorban demi kebaikan dan perkembangan masyarakat akan terus menurun dan mungkin akan hilang.
2.
Kesejahteraan
umum negara
Korupsi politis yang berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat. Salah satu contohnya adalah politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar namun merugikan perusahaa kecil. Timbulnya privatisasi besar-besaran yang ditandai dengan dikeluarkannya berbagai undang-undang yang merugikan rakyat seperti Undang-Undang Ketenagalistrikan, Undang-Undang Minerba, Undang-Undang BHP, dan sebagainya dalah akibat dari korupsi politis. Politikus-politikus ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberi sumbangan besar pada kampanye pemilu mereka sehingga setiap undang-undang yang dibuat hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan besar saja.
Korupsi politis yang berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat. Salah satu contohnya adalah politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar namun merugikan perusahaa kecil. Timbulnya privatisasi besar-besaran yang ditandai dengan dikeluarkannya berbagai undang-undang yang merugikan rakyat seperti Undang-Undang Ketenagalistrikan, Undang-Undang Minerba, Undang-Undang BHP, dan sebagainya dalah akibat dari korupsi politis. Politikus-politikus ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberi sumbangan besar pada kampanye pemilu mereka sehingga setiap undang-undang yang dibuat hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan besar saja.
4.3.Contoh Kasus Korupsi
(Kasus Hambalang)
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga
(Menpora), Andi Alfian Mallarangeng, didakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp
4 miliar dan 550.000 dollar AS dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan
Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit
Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Dakwaan Andi dibacakan jaksa penuntut
umum Komisi Pemberantasan Korupsi secara bergantian di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi, Jakarta, Senin (10/3/2014).
"Melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya terdakwa
melalui Andi Zulkarnain Anwar alias Choel Mallarangeng," ujar Jaksa Irene
Putri saat membacakan surat dakwaan.
Jaksa memaparkan, uang tersebut diterima
melalui Choel secara bertahap dari sejumlah pihak. Rinciannya, yaitu 550.000
dollar AS dari mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora, Deddy
Kusdinar, diterima oleh Choel di rumahnya; Rp 2 miliar dari PT Global
Daya Manunggal (PT GDM) yang diterima Choel di rumahnya; Rp 1,5 miliar dari PT
GDM diterima Choel dari Wafid Muharam yang saat itu menjabat Sekretaris
Kemenpora; kemudian Rp 500 juta dari PT GDM diterima Choel melalui Mohammad
Fakhruddin.
Menurut Jaksa, Andi telah mengarahkan
proses penganggaran dan pengadaan barang dan jasa P3SON. Dalam perbuatannya
itu, Andi didakwa bersama-sama Deddy Kusdinar, Teuku Bagus Mokhamad Noor,
Machfud Suroso, Wafid Muharam, Choel Mallarangeng, Muhammad Fakhruddin,
Muhammad Arifin, Lisa Lukitawati Isa, dan Paul Nelwan.
Andi juga didakwa memperkaya orang lain,
yaitu Deddy Kusdinar, Wafid Muharam, Anas Urbaningrum, Mahyuddin, Teuku Bagus
Mokhamad Noor, Machfud Suroso, Olly Dondokambey, Joyo Winoto, Lisa Lukitawati
Isa, Anggraheni Dewi Kusumastuti, Adirusman Dault, Imanullah Aziz, dan Nanang
Suhatmana.
Selain itu, memperkaya korporasi,
diantaranya, PT Yodya Karya, PT Metaphora Solusi Global, PT Malmas Mitra
Teknik, PD Laboratorium Teknik Sipil Geonives, PT Global Daya Manunggal, PT
Dutasari Citra Laras, hingga 32 perusahaan subkontrak KSO Adhi Karya-Widya
Karya (Adhi-Wika).
Dalam dakwaan kesatu ini, Andi dijerat
Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jakarta sebagaimana diubah UU Nomor 20
Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP. Atas
perbuatannya, Andi dinilai telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 463,391
miliar, berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
4.4. Solusi untuk
Mencegah dan Memberantas Korupsi
Ada beberapa upaya yang
dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indone-sia, antara lain
sebagai berikut :
1.
Upaya Pencegahan
(Preventif)
a) Menanamkan
semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan
negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
b) Melakukan
penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
c) Para
pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung
jawab yang tinggi.
d) Para
pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
e) Menciptakan
aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
f) Sistem
keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi
dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
g) Melakukan
pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
h) Berusaha
melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui
penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
2.
Upaya Penindakan (Kuratif):
Upaya penindakan, yaitu
dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan dibe-rikan peringatan,
dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh
penindakan yang dilakukan oleh KPK :
a) Dugaan korupsi
dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD
(2004).
b) Menahan Konsul
Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan pungutan liar
dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
c) Dugaan korupsi
dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004).
d) Dugaan
penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuang-an negara Rp
10 milyar lebih (2004).
e) Dugaan korupsi
pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito
dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
f) Kasus
korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g) Kasus
penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h) Kasus
penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i) Menetapkan
seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus korupsi Bandara
Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
j) Kasus
korupsi di KBRI Malaysia (2005).
3.
Upaya Edukasi
Masyarakat/Mahasiswa:
a) Memiliki
tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait
dengan kepentingan publik.
b) Tidak bersikap
apatis dan acuh tak acuh.
c) Melakukan
kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke
tingkat pusat/nasional.
d) Membuka wawasan
seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan negara dan
aspek-aspek hukumnya.
e) Mampu
memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap
pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas
4.
Upaya Edukasi
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat):
a) Indonesia
Corruption Watch (ICW)
b) Transparency
International (TI)
BAB V
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Korupsi merupakan
kejahatan yag dapat merusak bangsa. Dampak yang ditimbulkan oleh korupsi juga
sangatlah banyak bukan hanya pada masyarakatnya tetapi juga merugikan Negara
itu sendiri. Penyebab korupsi kebanyakan adalah penyalahgunaan wewenang dan
jabatan para pejabat-pejabat tinggi demi kepentingan pribadi “untuk menimbun
pundi-pundi uang”. Oleh sebab itu moralitas sangatlah diperlukan bagi setiap
orang agar dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan buruk.
5.2.
Saran
1.
Korupsi jangan
kita anggap sebagai hal yang biasa. Kita harus menyuarakan keras anti korupsi,
mulai dari hal yang kecil seperti jangan menggunakan uang sekolah untuk
senang-senang pribadi. Karena dari situlah mulai penanaman untuk korupsi
ditanamkan. Dan jangan mudah terbawa dengan lingkungan yang buruk dengan cara
menguatkan iman kepada Tuhan.
2.
KPK sebagai
lembaga pemberantas korupsi untuk terus bertindak lebih lagi dalam memberantas
korupsi.
3.
Penegakan hukum
yang tegas kepada para koruptor dengan memberikan hukuman yang seberat-beratnya
sehingga menimbulkan efek jera.
DAFTAR PUSTAKA
Azhar, Muhammad,
2003, Pendidikan Antikorupsi, Yogyakarta: LP3 UMY, Partnership, Koalisis
Antarumat Beragama untuk Antikorupsi.
Komisi Pemberantasan
Korupsi, 2006, Memahami Untuk Membasmi; Buku Saku Untuk Memahami Tindak
Pidana Korupsi, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar