Kamis, 01 Januari 2015

IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA

4EA17
Elizabeth Tia Anggraeni
19211209
Tugas 3

ABSTRAK

Elizabeth Tia Anggraeni, 19211209, 4EEA17
IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA
Kata Kunci : Bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan? dan hak-hak konsumen?

Penulisan ini bertujuan Untuk mengetahui bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan dari sisi hak-hak konsumen. Iklan ditujukan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap, pendapat, pemikiran dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merek, tujuan periklanan ini bermuara pada upaya untuk dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli sebuah produk yang ditawarkan. Salah satu contoh kasus yang diambil dalam penelitian ini adalah iklan teh sariwangi. Berdasarkan hasil penulisan ini didapatkan bahwa ternyata teh sariwangi telah mengikuti prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dalam membuat iklan. Sehingga teh sariwangi memberikan iklan yang mendidik untuk masyarakat luas, dalam iklan tersebut tidak ada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan seperti menjelekkan pesaing, atau pornografi atau kekerasan. Iklan teh sariwangi dapat menjadi contoh agar dapat membuat iklan yang beretika dan estetika.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
Perkembangan di dunia bisnis saat ini semakin pesat sehingga persaingan dalam memasarkan produk atau jasa semakin ketat. Persaingan tersebut membuat para produsen menggunakan berbagai macam cara agar produk atau jasa yang mereka tawarkan dapat diminati oleh konsumen. Salah satu cara untuk mempromosikan produk atau jasa mereka adalah dengan ikan. Iklan merupakan salah satu media yang efekif  bagi perusahaan dalam memasarkan/ mempromosikan produknya dan merupakan media yang sering digunakan oleh perusahaan.
Kita sering sekali melihat iklan baik melalui media massa maupun elektronik. Dimana iklan memiliki peran untuk menginformasikan kepada konsumen mengenai produk-produk yang bisa menjadi pemuas kebutuan. Oleh karena itu iklan dapat memudahkan kita untuk menemukan produk-produk yang diinginkan.
 Untuk membuat konsumen tertarik terhadap produk yang ditawarkan, iklan harus dibuat semenarik mungkin dan memudahkan konsumen untuk mengingat produk tersebut. Tetapi perlu diingat bahwa dalam membuat iklan harus memiliki etika. Iklan yang tidak memiliki etika seperti menggunakan kata-kata yang menyinggung orang lain, dll dan akan merugikan perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu penulis ingin membahas mengenai iklan dalam etika dan estetika.

1.2.   Rumusan dan Batasan Masalah
1.2.1.      Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang diatas, maka dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan?
2.      Bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi hak-hak konsumen?

1.2.2.      Batasan Masalah
Untuk membatasi masalah dalam penulisan ini, penulis membatasi hanya pada iklan dalam etika dan estetika

1.3.   Tujuan
Tujuan dalam penulisan untuk memenuhi tugas softskill mata kuliah Etika Bisnis dalam membuat jurnal tentang Etika Bisnis. Maksud dari penuliisan ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan.
2.      Untuk mengetahui bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi hak-hak konsumen.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.   Definisi Iklan
Menurut Thomas M. Garrey, SJ, iklan dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral disampaikan kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap idea – idea, institusi – institusi atau pribadi – pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut.
Iklan merupakan sebuah proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan. Iklan ditujukan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap, pendapat, pemikiran dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merek, tujuan periklanan ini bermuara pada upaya untuk dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli sebuah produk yang ditawarkan.
Kata Iklan sendiri berasal dari bahasa Yunani, yang artinya adalah upaya menggiring orang pada gagasan. Adapun pengertian secara komprehensif atau luas adalah semua bentuk aktifitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang ataupun jasa secara nonpersonal melalui media yang dibayar oleh sponsor tertentu. (Durianto, dkk, 2003).

2.2.   Definisi Etika dan Esteika
Pengertian etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” berarti adat istiadat atau kebiasaan. Hal ini berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup baik, atauran hidup yang baik, kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari satu generasi ke generasi lainnya.
Dalam bahasa Kant, etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan secara heteronom. Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas, tetapi dapat dipertanggungjawabkan.
Etika dalam periklanan secara umum digambarkan :
1.      Jujur : tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk yang diiklankan
2.      Tidak memicu konflik SARA
3.      Tidak mengandung pornografi
4.      Tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
5.      Tidak melanggar etika bisnis, ex: saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
6.      Tidak plagiat
Kata estetika berasal dari kata Yunani aesthesis yang berarti perasaan, selera
perasaan atau taste. Estetika merupakan pengetahuan yang  mempelajari dan memahami melalui pengamatan hal ikhwal keindahan baik pada obyek maupun subyek atau pencipta dan  pengamatan melalui proses kreatis dan fisolofis.
Dalam konteks periklanan diperlukan estetika agar iklan yang kita buat terlihat indah dan memiliki daya tarik dari segi seni. Sehinnga iklan tersebut dapat terlihat menarik minat konsumen terhadap produk yang kita tawarkan.

2.3.   Ciri-Ciri Iklan yang Baik
Dalam membuat iklan kita harus mengetahui ciri-ciri iklan yang dapat diterima oleh masyarakat, maka kita perlu memperhatikan hal ini :
Etis: berkaitan dengan kepantasan.
Estetis: berkaitan dengan kelayakan (target market, target audiennya, kapan harus ditayangkan).
Artistik: bernilai seni sehingga mengundang daya tarik khalayak.

2.4.   Keuntungan dan Kerugian Iklan
Ada 4 keuntungan dan ketugian yang bisa diperoleh dari iklan, yakni keuntungan dan kerugian di dalam bidang ekonomi, politik,kultural dan agama, serta moral.
Bidang ekonomi
Iklan merupakan sebuah jaringan kerja yang amat kompleks karena melibatkan produsen (pemasang iklan), pembuat iklan (advertiser), agen-agen, media iklan, para peneliti, pemerintah, maupun masyarakat itu sendiri. Maka keuntungan-keuntungan maupun kerugian-kerugian di bidang ekonomi juga berpengaruh secara langsung terhadap para pelaku ekonomi itu.
Iklan ternyata memampukan perusahaan-perusahaan untuk bisa menjual lebih banyak dan efektif produk-produknya. Keuntungan maksimal lalu menjadi semacam finalitas yang mau direalisir. Hal ini ternyata turut menentukan kontinuitas proses produksi, karena semakin tinggi standar kehidupan masyarakat akan semakin tinggi pula tingkat permintaan (demand) akan barang dan jasa. Ini dengan sendirinya meningkatkan produktivitas perusahaan-perusahaan. Seringkali terjadi juga bahwa meningkatnya produktivitas juga menguntungkan para buruh. Semangat kerja masyarakat pun terus meningkat.

Iklan juga memberikan sumbangan yang besar bagi media massa. Dengan pemuatan iklan-iklan maka biaya produksi, pajak, ataupun masalah-masalah keuangan lainnya yang harus ditanggung menjadi relatif lebih ringan.

Meskipun demikian, lebih sering terjadi bahwa iklan ditampilkan bukan sebagai media informasi mengenai kelangkaan barang dan jasa pemuas kebutuhan, tetapi sebagai media persuasi yang “mendikte” konsumen supaya membeli barang dan jasa tertentu.

Bidang Politis
Seringkali juga media massa menampilkan atau menayangkan iklan-iklan politik. Ini bisa menguntungkan semua pihak sejauh tidak dipakai semata-mata demi kepentingan tiranis pihak penguasa,tetapi sebagai ekspresi daru sebuah kehidupan politik yang demokratis. Artinya, dengan iklan politik, masyarakat tidak hanya mendapatkan informasi perihal segala kebiakan yang tengah dn akan diambil pemerinth, tetapi juga—sebagai konsekuensi—semakin meningkatnya partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik, yakni dalam menentukan pilihan-pilihan politisnya.

Dalam dokumen kepausan bidang komunikasi sosial perihal etika dalam iklan ditegaskan bahwa pemerintah, lewat iklan-iklan politik, berkewajiban menginformsikan kepada masyarakat mengenai tendensi-tendensi monopolistis dari pasar-pasar tertentu maupun kekurangan-kekuranan tertentu serta langkah-langkah apa yang sedang diambil terhadap tendensi-tendensi itu. Sementara calon-calon yang akan duduk di dalam pemerintahan plus curriculum vitae mereka juga wajib diinformasikan kepada masyarakat lewat iklan politik tersebut.

Sering terjadi juga bahwa lewat iklan rezim penguasa tertentu menjalankan politik kebudayaannya. Di sini masyarakat diindoktrinasi melalu slogan-slogan atau pernyataan-pernyataan politik murahan tertentu, yang meskipun disadari sebagai politik pembohongan massa, tetapi tetap saja merasuk ke dalam kesadaran masyarakat karena iklan-iklan tersebut ditayangkan pada prime time di televise-televisi atau radio-radio, atau dipajang di jalan-jalan protocol. Lebih mengerikan lagi keadaannya jika media-media massa dikontrol secara ketat dengan kewajiban mematuhi aturan-aturan tertentu yang secara jelas hanya menguntungkan rezim penguasa, atau juga kewajiban menayangkan secara serentak acara-acara atau iklan-iklan kenegaraan tertentu.

Bidang Kultural
Secara ideal harus dikatakan bahwa iklan semestinya dikemas sebegitu rupa supaya tidak hanya bernilai secara moral, tetapi juga intelektual dan estetis. Selain itu, para pemasang iklan juga mesti mempertimbangkan kebudayaan dari masyarakat yang menjadi “sasaran” iklan. Prinsip umum yang dianut adalah bahwa masyarakat harus selalu diuntungkan secara kultural. Hal ini hanya bisa terwujud kalau isi iklan bukan merupakan cerminan dari kehidupan glamor kelompok kecil masyarakat kaya atau pun masyarakat dunia pertama yang wajib diimitasi secara niscaya oleh mayoritas masyarakat miskin atau pun masyarakat dunia ketiga, tetapi merupakan cerminan dan dinamisme kehidupan masyarakat miskin itu sendiri, karena iklan menginformasikan barang dan jasa yang sungguh-sungguh mereka butuhkan, dan itu berarti sesuai dengan stadar hidup mereka. Prinsip yang secara etis dipegang teguh adalah bahwa iklan tidak harus pertama-tama menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru, atau mengekspos pola kehidupan baru yang malah mengasingkan masyarakat dari kebudayaannya sendiri.

Dalam kenyataannya, iklan lebih sering menampilkan kebudayaan hidup masyarakat yang lebih suka menonjolkan kompetisi di segala bidang kehidupan seraya membuang jauh-jauh rasa solidaritas antarsesama. Iklan juga seringkali meremehkan unsur-unsur edukatif, standar moral serta seni yang tinggi. Bahkan boleh dikatakan bahwa sebagaian besar iklan menampilkan warna dominasi kaum lelaki atas kaum perempuan.

Bidang Moral dan Agama
Ajaran-ajaran moral dan agama juga seringkali disampaikan lewat iklan. Ajaran-ajaran moral dan agama tersebut—kepatuhan kepada kehendak Yang Ilahi, toleransi, belaskasihan, pelayanan dan conta kasih kepada sesama yang lebih membutuhkan pertolongan, pesan-pesan mengenai kesehatan dan pendidikan, dll—bertujuan untuk memotivasi masyarakat ke arah kehidupan yang baik dan membahagiakan.

Masalah muncul ketika iklan bertentangan dengan ajaran-ajaran moral dan agama. Bagi kaum moralis maupun agamawan, hal yang secara jelas bertentangan dengan aharan moral dan agama adalah pornografi dalam iklan. Mengapa demikian? Karena, menurut mereka, pornografi yang diekspos itu merupakan sisi gelap dari kodrat manusia—kaum agamawan menyebut sisi ini sebagai “gudang dosa”—dan pelecehan terhadap martabat manusia. Selain itu, iklan yang diwarnai oleh kekerasan juga bertentangan dengan ajaran moral serta agama, dengan alasan yang kurang lebih sama seperti pada pornografi.

2.5.   Prinsip Moral yang Perlu dalam Iklan
Terdapat paling kurang 3 prinsip moral yang bisa dikemukakan di sini sehubungan dengan penggagasan mengenai etika dalam iklan.
Ketiga prinsip itu adalah
(1) masalah kejujuran dalam iklan,
(2) masalah martabat manusia sebagai pribadi, dan
(3) tanggung jawab sosial yang mesti diemban oleh iklan.

 Prinsip Kejujuran
Prinsip ini berhubungan dengan kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali dilebih-lebihkan, sehingga bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhan baru. Maka yang ditekankan di sini adalah bahwa isi iklan yang dikomunikasikan haruslah sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya dari produksi barang dan jasa. Sementara yang dihindari di sini, sebagai konsekuensi logis, adalah upaya manipulasi dengan motif apa pun juga.

Prinsip Martabat Manusia sebagai Pribadi
Bahwa iklan semestinya menghormati martabat manusia sebagai pribadi semakin ditegaskan dewasa ini sebagai semacam tuntutn imperatif (imperative requirement). Iklan semestinya menghormati hak dan tanggung jawab setiap orang dalam memilih secara bertanggung jawab barang dan jasa yang ia butuhkan. Ini berhubungan dengan dimensi kebebasan yang justeru menjadi salah satu sifat hakiki dari martabat manusia sebagai pribadi. Maka berhadapan dengan iklan yang dikemas secanggih apa pun, setiap orang seharusnya bisa dengan bebas dan bertanggung jawab memilih untuk memenuhi kebutuhannya atau tidak.

 Iklan dan Tanggung Jawab Sosial
Meskipun sudah dikritik di atas, bahwa iklan harus menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru karena perananya yang utama selaku media informasi mengenai kelangkaan barang dan jasa yang dibutuhkan manusia, namun dalam kenyataannya sulit dihindari bahwa iklan meningkatkan konsumsi masyarakat. Artinya bahwa karena iklan manusia “menumpuk” barang dan jasa pemuas kebutuhan yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan primer. Penumpukan barang dan jasa pada orang atau golongan masyarkat tertentu ini disebut sebagai surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan.
Di sinilah kemudian dikembangkan ide solidaritas sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial dari iklan. Berhadapan dengan surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan manusia, dua hal berikut pantas dipraktekkan. 
1.      Surplus barang dan jasa seharusnya disumbangkan sebagai derma kepada orang miskin atau lembaga/institusi sosial yang berkarya untuk kebaikan masyarakat pada umumnya (gereja, mesjid, rumah sakit, sekolah, panti asuhan, dll). 
2.      Menghidupi secara seimbang pemenuhan kebutuhan fisik, biologis, psikologis, dan spiritual dengan perhatian akan kebutuhan masyarakat pada umumnya. Perhatian terhadap hal terakhir ini bisa diwujudnyatakan lewat kesadaran membayar pajak ataupun dalam bentuk investasi-investasi, yang tujuan utamanya adalah kesejahteraan sebagian besar masyarakat.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1.   Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah kasus iklan teh sariwangi

3.2.   Teknik Pengambilan Data
Dalam penulisan ini penulis memperoleh data yang digunakan dengan studi perpustakaan yaitu dengan membaca referensi-referensi buku maupun internet dan literatur yang sesuai dengan pembahasan masalah tentang iklan dalam etika dan estetika.


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Penilaian Etis Terhadap Iklan
Ada empat (4) faktor yang selalu harus dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip- prinsip etis jika kita ingin membentuk penilaian etis yang seimbang tentang iklan.
1.      Maksud si pengiklan
Jika maksud si pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan itu menjadi tidak baik juga. Jika maksud si pengiklan adalah membuat iklan yang menyesatkan,tentu iklannya menjadi tidak etis. Semuanya tergantung dari maksud yang si pengiklan inginkan sehingga baik atau tidaknya iklan dapat dinilai dari maksud yang di inginkan si pengiklan.
Contoh: iklan tentang roti Profile di Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa roti ini bermanfaat untuk melangsingkan tubuh, karena  kalorinya kurang dibandingkan dengan roti merk lain. Tapi ternyata, roti Profile ini hanya diiris lebih tipis. Jika diukur per ons, roti ini sama banyak kalorinya dengan roti merk lain.
2.      Isi iklan
Menurut isinya, iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang menyesatkan. Iklan menjadi tidak etis pula, bila mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting. Namun demikian, kita tidak boleh melupakan bahwa iklan diadakan dalam rangka promosi. Karena itu informasinya tidak perlu selengkap dan seobyektif seperti seperti laporan dari instansi netral.
Contohnya : iklan tentang jasa seseorang sebagai pembunuh bayaran. Iklan semacam itu tanpa ragu-ragu akan ditolak secara umum. Atau iklan pembunuh nyamuk tapi tidak memberikan informasi yang jelas tentang cara penggunaanya.
3.       Keadaan publik yang tertuju
Yang dimengerti disini dengan publik adalah orang dewasa yang normal dan mempunyai informasi cukup tentang produk atau jasa yang diiklankan. Perlu diakui bahwa mutu publik sebagai keseluruhan bisa sangat berbeda. Dalam masyarakat dimana taraf pendidikan rendah dan terdapat banyak orang sederhana yang mudah tertipu, tentu harus dipakai standar lebih ketat daripada dalam masyarakat dimana mutu pendidikan rata-rata lebih tinggi atau standar ekonomi lebihmaju.
Contohnya : Iklan tentang pasta gigi, dimana si pengiklan mempertentangkan odol yang biasa sebagai barang yang tidak modern dengan odol barunya yang dianggap barang modern. Iklan ini dinilai tidak etis, karena bisa menimbulkan  frustasi padagolongan miskin dan memperluas polarisasi antara kelompok elite dan masyarakatyang kurang mampu.
4.      Kebiasaan di bidang periklanan
Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu orang sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Dimana ada tradisi periklanan yang sudah lamadan terbentuk kuat, tentu masuk akal saja bila beberapa iklan lebih mudah diterima daripada dimana praktek periklanan baru mulai dijalankan pada skala besar.

4.2. Hak-Hak Konsumen
     Sesuai dengan Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), hak konsumen adalah :
a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

4.3. Contoh Kasus Iklan yang Etis
Banyak sekali iklan yang bermunculan baik melalui media massa maupun elektronik. Iklan yang dimunculkan pun bermacam-macam ada yang mendidik ada juga yang tidak mendidik bahkan ada yang mengejek/menyinggung prodak lain. Dalam hal ini penulis ingin memberikan contoh iklan yang mendidik (yang etis).
Salah satu contoh kasus yang diambil adalah iklan teh sariwangi . Iklan yang menunjukkan seorang istri yang ingin suaminya membetulkan atap rumah mereka yang bocor dengan cara membuatkan teh yang hangat. Kemudian istri menggungkapkan permintaannya tentang atap yang bocor dengan suara yang lembut.
Dalam iklan ini terlihat bagaimana keharmonisan pasangan suami istri dimana untuk mengungkapakan perasaannya istri tersebut membuatkan dan mengajak sang suami untuk minum teh sariwangi sehingga hati sang suami lebih tenag dan hangat.
Iklan ini tidak menunjukkan adanya kekerasan dalam sebuah rumah tangga sehingga iklan ini dapat dilihat oleh semua umur dan iklan ini sangatlah mendidik.


BAB V
PENUTUP

5.1.   Kesimpulan
Dalam membuat iklan haruslah beretika dan berestetika sehingga iklan tersebut dapat diterima oleh masyarakat luas. Iklan haruslah mengikuti aturan dan norma-norma yang berlaku, dimana dalam menyampaikan informasi tentang produk yang dipasarkan sesuai dengan kebenaran, harus mendidik dan jangan mengejek/ menjatuhkan produk lawan.

5.2.   Saran
1.      Bagi perusahaan yang akan menawarkan produknya harus melihat dari etika dan estetikanya dalam menyampaikan informasi kepada konsumen dan juga menyampaikan informasinya dengan menarik sehingga konsumen tertarik dengan produknya.
2.      Bagi konsumen yang melihat iklan baik di media massa maupun elektronik harus pintar dalam memilah-milah produk yang dibutuhkan dan juga harus pintar dalam mencerna makna iklan yang disamaikan jangan sampai terpengaruh pada iklan yang tidak mendidik dan cenderung menjelekan lawannya.


DAFTAR PUSTAKA

DR.A. Sonny Keraf. 1998.  “Etika Bisnis; tuntutan dan Relevansinya”. Jakarta: Kanisius
Garrett, Thomas M., SJ, Some Ethical Problems of Modern Advertising, The Gregoriana Univ. Press, Rome, 1961.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar