4EA17
Elizabeth Tia Anggraeni
19211209
Tugas 3
ABSTRAK
Elizabeth Tia
Anggraeni,
19211209, 4EEA17
“IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA”
Kata
Kunci : Bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang
atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan? dan hak-hak
konsumen?
Penulisan
ini bertujuan Untuk mengetahui bagaimana seharusnya produsen mempromosikan
suatu produk atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan
dan dari sisi hak-hak konsumen. Iklan ditujukan untuk mempengaruhi perasaan,
pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap, pendapat, pemikiran dan citra konsumen
yang berkaitan dengan suatu produk atau merek, tujuan periklanan ini bermuara
pada upaya untuk dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli sebuah
produk yang ditawarkan. Salah satu contoh kasus yang diambil dalam penelitian
ini adalah iklan teh sariwangi. Berdasarkan hasil penulisan ini didapatkan
bahwa ternyata teh sariwangi telah mengikuti prinsip-prinsip yang telah
ditetapkan dalam membuat iklan. Sehingga teh sariwangi memberikan iklan yang
mendidik untuk masyarakat luas, dalam iklan tersebut tidak ada
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan seperti menjelekkan pesaing, atau
pornografi atau kekerasan. Iklan teh sariwangi dapat menjadi contoh agar dapat
membuat iklan yang beretika dan estetika.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Perkembangan
di dunia bisnis saat ini semakin pesat sehingga persaingan dalam memasarkan
produk atau jasa semakin ketat. Persaingan tersebut membuat para produsen
menggunakan berbagai macam cara agar produk atau jasa yang mereka tawarkan
dapat diminati oleh konsumen. Salah satu cara untuk mempromosikan produk atau
jasa mereka adalah dengan ikan. Iklan merupakan salah satu media yang
efekif bagi perusahaan dalam memasarkan/
mempromosikan produknya dan merupakan media yang sering digunakan oleh
perusahaan.
Kita
sering sekali melihat iklan baik melalui media massa maupun elektronik. Dimana iklan
memiliki peran untuk menginformasikan kepada konsumen mengenai produk-produk
yang bisa menjadi pemuas kebutuan. Oleh karena itu iklan dapat memudahkan kita
untuk menemukan produk-produk yang diinginkan.
Untuk membuat konsumen tertarik terhadap
produk yang ditawarkan, iklan harus dibuat semenarik mungkin dan memudahkan
konsumen untuk mengingat produk tersebut. Tetapi perlu diingat bahwa dalam
membuat iklan harus memiliki etika. Iklan yang tidak memiliki etika seperti
menggunakan kata-kata yang menyinggung orang lain, dll dan akan merugikan
perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu penulis ingin membahas mengenai iklan
dalam etika dan estetika.
1.2.
Rumusan dan Batasan Masalah
1.2.1.
Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang diatas,
maka dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
seharusnya produsen mempromosikan suatu produk atau jasa kepada konsumen
dilihat dari sisi kepentingan perusahaan?
2.
Bagaimana
seharusnya produsen mempromosikan suatu produk atau jasa kepada konsumen
dilihat dari sisi hak-hak konsumen?
1.2.2.
Batasan Masalah
Untuk membatasi masalah dalam
penulisan ini, penulis membatasi hanya pada iklan dalam etika dan estetika
1.3.
Tujuan
Tujuan dalam penulisan untuk memenuhi
tugas softskill mata kuliah Etika Bisnis dalam membuat jurnal tentang Etika
Bisnis. Maksud dari penuliisan ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui
bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk atau jasa kepada
konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan.
2.
Untuk mengetahui
bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk atau jasa kepada
konsumen dilihat dari sisi hak-hak konsumen.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
Definisi Iklan
Menurut
Thomas M. Garrey, SJ, iklan dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya
pesan-pesan visual atau oral disampaikan kepada khalayak dengan maksud
menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang
diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif
terhadap idea – idea, institusi – institusi atau pribadi – pribadi yang
terlibat di dalam iklan tersebut.
Iklan
merupakan sebuah proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk orang untuk
mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan. Iklan ditujukan
untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap, pendapat,
pemikiran dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merek,
tujuan periklanan ini bermuara pada upaya untuk dapat mempengaruhi perilaku konsumen
dalam membeli sebuah produk yang ditawarkan.
Kata
Iklan sendiri berasal dari bahasa Yunani, yang artinya adalah upaya
menggiring orang pada gagasan. Adapun pengertian secara komprehensif atau luas
adalah semua bentuk aktifitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang
ataupun jasa secara nonpersonal melalui media yang dibayar oleh sponsor
tertentu. (Durianto, dkk, 2003).
2.2.
Definisi Etika dan Esteika
Pengertian
etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” berarti adat istiadat atau kebiasaan.
Hal ini berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup baik,
atauran hidup yang baik, kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang
ke orang lain atau dari satu generasi ke generasi lainnya.
Dalam bahasa Kant, etika berusaha menggugah
kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan secara heteronom.
Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas, tetapi dapat
dipertanggungjawabkan.
Etika dalam periklanan secara umum digambarkan :
1.
Jujur : tidak
memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk yang diiklankan
2.
Tidak memicu
konflik SARA
3.
Tidak mengandung
pornografi
4.
Tidak
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
5.
Tidak melanggar
etika bisnis, ex: saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
6.
Tidak plagiat
Kata estetika berasal dari kata Yunani aesthesis
yang berarti perasaan, selera
perasaan atau taste. Estetika merupakan pengetahuan yang mempelajari dan memahami melalui pengamatan hal ikhwal keindahan baik pada obyek maupun subyek atau pencipta dan pengamatan melalui proses kreatis dan fisolofis.
perasaan atau taste. Estetika merupakan pengetahuan yang mempelajari dan memahami melalui pengamatan hal ikhwal keindahan baik pada obyek maupun subyek atau pencipta dan pengamatan melalui proses kreatis dan fisolofis.
Dalam konteks periklanan diperlukan estetika agar
iklan yang kita buat terlihat indah dan memiliki daya tarik dari segi seni.
Sehinnga iklan tersebut dapat terlihat menarik minat konsumen terhadap produk
yang kita tawarkan.
2.3.
Ciri-Ciri Iklan yang Baik
Dalam membuat iklan
kita harus mengetahui ciri-ciri iklan yang dapat diterima oleh masyarakat, maka
kita perlu memperhatikan hal ini :
Etis: berkaitan dengan
kepantasan.
Estetis: berkaitan
dengan kelayakan (target market, target audiennya, kapan harus ditayangkan).
Artistik: bernilai seni
sehingga mengundang daya tarik khalayak.
2.4.
Keuntungan dan Kerugian Iklan
Ada
4 keuntungan dan ketugian yang bisa diperoleh dari iklan, yakni keuntungan dan
kerugian di dalam bidang ekonomi, politik,kultural dan agama, serta moral.
Bidang ekonomi
Iklan merupakan sebuah
jaringan kerja yang amat kompleks karena melibatkan produsen (pemasang iklan),
pembuat iklan (advertiser), agen-agen, media iklan, para peneliti, pemerintah,
maupun masyarakat itu sendiri. Maka keuntungan-keuntungan maupun
kerugian-kerugian di bidang ekonomi juga berpengaruh secara langsung terhadap
para pelaku ekonomi itu.
Iklan ternyata
memampukan perusahaan-perusahaan untuk bisa menjual lebih banyak dan efektif produk-produknya.
Keuntungan maksimal lalu menjadi semacam finalitas yang mau direalisir. Hal ini
ternyata turut menentukan kontinuitas proses produksi, karena semakin tinggi
standar kehidupan masyarakat akan semakin tinggi pula tingkat permintaan (demand)
akan barang dan jasa. Ini dengan sendirinya meningkatkan produktivitas
perusahaan-perusahaan. Seringkali terjadi juga bahwa meningkatnya produktivitas
juga menguntungkan para buruh. Semangat kerja masyarakat pun terus meningkat.
Iklan juga memberikan
sumbangan yang besar bagi media massa. Dengan pemuatan iklan-iklan maka biaya
produksi, pajak, ataupun masalah-masalah keuangan lainnya yang harus ditanggung
menjadi relatif lebih ringan.
Meskipun demikian,
lebih sering terjadi bahwa iklan ditampilkan bukan sebagai media informasi
mengenai kelangkaan barang dan jasa pemuas kebutuhan, tetapi sebagai media
persuasi yang “mendikte” konsumen supaya membeli barang dan jasa tertentu.
Bidang Politis
Seringkali juga media
massa menampilkan atau menayangkan iklan-iklan politik. Ini bisa menguntungkan
semua pihak sejauh tidak dipakai semata-mata demi kepentingan tiranis pihak
penguasa,tetapi sebagai ekspresi daru sebuah kehidupan politik yang demokratis.
Artinya, dengan iklan politik, masyarakat tidak hanya mendapatkan informasi
perihal segala kebiakan yang tengah dn akan diambil pemerinth, tetapi
juga—sebagai konsekuensi—semakin meningkatnya partisipasi masyarakat dalam
kehidupan politik, yakni dalam menentukan pilihan-pilihan politisnya.
Dalam dokumen kepausan
bidang komunikasi sosial perihal etika dalam iklan ditegaskan bahwa pemerintah,
lewat iklan-iklan politik, berkewajiban menginformsikan kepada masyarakat
mengenai tendensi-tendensi monopolistis dari pasar-pasar tertentu maupun
kekurangan-kekuranan tertentu serta langkah-langkah apa yang sedang diambil
terhadap tendensi-tendensi itu. Sementara calon-calon yang akan duduk di dalam
pemerintahan plus curriculum vitae mereka juga wajib diinformasikan
kepada masyarakat lewat iklan politik tersebut.
Sering terjadi juga
bahwa lewat iklan rezim penguasa tertentu menjalankan politik kebudayaannya. Di
sini masyarakat diindoktrinasi melalu slogan-slogan atau pernyataan-pernyataan
politik murahan tertentu, yang meskipun disadari sebagai politik pembohongan
massa, tetapi tetap saja merasuk ke dalam kesadaran masyarakat karena
iklan-iklan tersebut ditayangkan pada prime time di televise-televisi atau
radio-radio, atau dipajang di jalan-jalan protocol. Lebih mengerikan lagi
keadaannya jika media-media massa dikontrol secara ketat dengan kewajiban
mematuhi aturan-aturan tertentu yang secara jelas hanya menguntungkan rezim
penguasa, atau juga kewajiban menayangkan secara serentak acara-acara atau
iklan-iklan kenegaraan tertentu.
Bidang Kultural
Secara ideal harus
dikatakan bahwa iklan semestinya dikemas sebegitu rupa supaya tidak hanya
bernilai secara moral, tetapi juga intelektual dan estetis. Selain itu, para
pemasang iklan juga mesti mempertimbangkan kebudayaan dari masyarakat yang
menjadi “sasaran” iklan. Prinsip umum yang dianut adalah bahwa masyarakat harus
selalu diuntungkan secara kultural. Hal ini hanya bisa terwujud kalau isi iklan
bukan merupakan cerminan dari kehidupan glamor kelompok kecil masyarakat kaya
atau pun masyarakat dunia pertama yang wajib diimitasi secara niscaya oleh
mayoritas masyarakat miskin atau pun masyarakat dunia ketiga, tetapi merupakan
cerminan dan dinamisme kehidupan masyarakat miskin itu sendiri, karena iklan
menginformasikan barang dan jasa yang sungguh-sungguh mereka
butuhkan, dan itu berarti sesuai dengan stadar hidup mereka. Prinsip yang
secara etis dipegang teguh adalah bahwa iklan tidak harus pertama-tama
menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru, atau mengekspos pola kehidupan baru yang
malah mengasingkan masyarakat dari kebudayaannya sendiri.
Dalam kenyataannya,
iklan lebih sering menampilkan kebudayaan hidup masyarakat yang lebih suka
menonjolkan kompetisi di segala bidang kehidupan seraya membuang jauh-jauh rasa
solidaritas antarsesama. Iklan juga seringkali meremehkan unsur-unsur edukatif,
standar moral serta seni yang tinggi. Bahkan boleh dikatakan bahwa sebagaian
besar iklan menampilkan warna dominasi kaum lelaki atas kaum perempuan.
Bidang Moral dan Agama
Ajaran-ajaran moral dan
agama juga seringkali disampaikan lewat iklan. Ajaran-ajaran moral dan agama
tersebut—kepatuhan kepada kehendak Yang Ilahi, toleransi, belaskasihan,
pelayanan dan conta kasih kepada sesama yang lebih membutuhkan pertolongan,
pesan-pesan mengenai kesehatan dan pendidikan, dll—bertujuan untuk memotivasi
masyarakat ke arah kehidupan yang baik dan membahagiakan.
Masalah muncul ketika
iklan bertentangan dengan ajaran-ajaran moral dan agama. Bagi kaum moralis
maupun agamawan, hal yang secara jelas bertentangan dengan aharan moral dan
agama adalah pornografi dalam iklan. Mengapa demikian? Karena, menurut mereka,
pornografi yang diekspos itu merupakan sisi gelap dari kodrat manusia—kaum
agamawan menyebut sisi ini sebagai “gudang dosa”—dan pelecehan terhadap
martabat manusia. Selain itu, iklan yang diwarnai oleh kekerasan juga
bertentangan dengan ajaran moral serta agama, dengan alasan yang kurang lebih
sama seperti pada pornografi.
2.5.
Prinsip Moral yang Perlu dalam Iklan
Terdapat paling kurang
3 prinsip moral yang bisa dikemukakan di sini sehubungan dengan penggagasan
mengenai etika dalam iklan.
Ketiga prinsip itu
adalah
(1) masalah kejujuran dalam iklan,
(2) masalah martabat manusia sebagai pribadi, dan
(3) tanggung jawab sosial yang mesti diemban oleh
iklan.
Prinsip Kejujuran
Prinsip ini berhubungan dengan kenyataan bahwa bahasa
penyimbol iklan seringkali dilebih-lebihkan, sehingga bukannya menyajikan
informasi mengenai persediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen,
tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhan baru. Maka yang ditekankan di
sini adalah bahwa isi iklan yang dikomunikasikan haruslah sungguh-sungguh
menyatakan realitas sebenarnya dari produksi barang dan jasa. Sementara yang
dihindari di sini, sebagai konsekuensi logis, adalah upaya manipulasi dengan
motif apa pun juga.
Prinsip Martabat Manusia sebagai Pribadi
Bahwa iklan semestinya menghormati martabat manusia
sebagai pribadi semakin ditegaskan dewasa ini sebagai semacam tuntutn imperatif
(imperative requirement). Iklan semestinya menghormati hak dan tanggung jawab
setiap orang dalam memilih secara bertanggung jawab barang dan jasa yang ia
butuhkan. Ini berhubungan dengan dimensi kebebasan yang justeru menjadi salah
satu sifat hakiki dari martabat manusia sebagai pribadi. Maka berhadapan dengan
iklan yang dikemas secanggih apa pun, setiap orang seharusnya bisa dengan bebas
dan bertanggung jawab memilih untuk memenuhi kebutuhannya atau tidak.
Iklan dan Tanggung Jawab Sosial
Meskipun sudah dikritik di atas, bahwa iklan harus
menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru karena perananya yang utama selaku media
informasi mengenai kelangkaan barang dan jasa yang dibutuhkan manusia, namun
dalam kenyataannya sulit dihindari bahwa iklan meningkatkan konsumsi
masyarakat. Artinya bahwa karena iklan manusia “menumpuk” barang dan jasa
pemuas kebutuhan yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan primer. Penumpukan
barang dan jasa pada orang atau golongan masyarkat tertentu ini disebut sebagai
surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan.
Di sinilah kemudian dikembangkan ide solidaritas
sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial dari iklan. Berhadapan dengan
surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan manusia, dua hal berikut pantas
dipraktekkan.
1.
Surplus barang
dan jasa seharusnya disumbangkan sebagai derma kepada orang miskin atau
lembaga/institusi sosial yang berkarya untuk kebaikan masyarakat pada umumnya
(gereja, mesjid, rumah sakit, sekolah, panti asuhan, dll).
2.
Menghidupi
secara seimbang pemenuhan kebutuhan fisik, biologis, psikologis, dan spiritual
dengan perhatian akan kebutuhan masyarakat pada umumnya. Perhatian terhadap hal
terakhir ini bisa diwujudnyatakan lewat kesadaran membayar pajak ataupun dalam
bentuk investasi-investasi, yang tujuan utamanya adalah kesejahteraan sebagian
besar masyarakat.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1.
Objek
Penelitian
Objek penelitian ini adalah kasus iklan teh
sariwangi
3.2.
Teknik
Pengambilan Data
Dalam penulisan ini penulis memperoleh
data yang digunakan dengan studi perpustakaan yaitu dengan membaca
referensi-referensi buku maupun internet dan literatur yang sesuai dengan
pembahasan masalah tentang iklan dalam etika dan estetika.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Penilaian Etis
Terhadap Iklan
Ada empat (4) faktor
yang selalu harus dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip- prinsip etis
jika kita ingin membentuk penilaian etis yang seimbang tentang iklan.
1.
Maksud si pengiklan
Jika maksud si pengiklan tidak baik,
dengan sendirinya moralitas iklan itu menjadi tidak baik juga. Jika maksud si
pengiklan adalah membuat iklan yang menyesatkan,tentu iklannya menjadi tidak
etis. Semuanya tergantung dari maksud yang si pengiklan inginkan sehingga baik
atau tidaknya iklan dapat dinilai dari maksud yang di inginkan si pengiklan.
Contoh: iklan tentang roti Profile di
Amerika Serikat, yang
menyatakan bahwa roti ini bermanfaat untuk melangsingkan tubuh, karena
kalorinya kurang dibandingkan dengan roti merk lain. Tapi ternyata, roti
Profile ini hanya diiris lebih tipis. Jika diukur per ons, roti ini sama banyak
kalorinya dengan roti merk lain.
2.
Isi iklan
Menurut isinya, iklan harus benar dan
tidak boleh mengandung unsur yang menyesatkan. Iklan menjadi tidak etis pula,
bila mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting. Namun demikian, kita tidak
boleh melupakan bahwa iklan diadakan dalam rangka promosi. Karena itu
informasinya tidak perlu selengkap dan seobyektif seperti seperti laporan dari
instansi netral.
Contohnya : iklan tentang jasa seseorang
sebagai pembunuh bayaran. Iklan semacam itu tanpa ragu-ragu akan ditolak secara
umum. Atau iklan pembunuh nyamuk tapi tidak memberikan informasi yang jelas tentang
cara penggunaanya.
3.
Keadaan publik yang tertuju
Yang dimengerti disini dengan publik
adalah orang dewasa yang normal dan mempunyai informasi cukup tentang produk
atau jasa yang diiklankan. Perlu diakui bahwa mutu publik sebagai
keseluruhan bisa sangat berbeda. Dalam masyarakat dimana taraf pendidikan
rendah dan terdapat banyak orang sederhana yang mudah tertipu, tentu harus
dipakai standar lebih ketat daripada dalam masyarakat dimana mutu pendidikan
rata-rata lebih tinggi atau standar ekonomi lebihmaju.
Contohnya : Iklan tentang pasta gigi,
dimana si pengiklan mempertentangkan odol yang biasa sebagai barang yang tidak
modern dengan odol barunya yang
dianggap barang modern. Iklan ini dinilai tidak etis, karena bisa menimbulkan
frustasi padagolongan miskin dan memperluas polarisasi antara kelompok
elite dan masyarakatyang kurang mampu.
4.
Kebiasaan di bidang periklanan
Periklanan selalu dipraktekkan dalam
rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu orang sudah biasa dengan cara
tertentu disajikannya iklan. Dimana ada tradisi periklanan yang sudah
lamadan terbentuk kuat, tentu masuk akal saja bila beberapa iklan lebih mudah
diterima daripada dimana praktek periklanan baru mulai dijalankan pada skala
besar.
4.2. Hak-Hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (UUPK), hak konsumen adalah :
a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
b) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
4.3. Contoh Kasus
Iklan yang Etis
Banyak sekali iklan
yang bermunculan baik melalui media massa maupun elektronik. Iklan yang
dimunculkan pun bermacam-macam ada yang mendidik ada juga yang tidak mendidik
bahkan ada yang mengejek/menyinggung prodak lain. Dalam hal ini penulis ingin
memberikan contoh iklan yang mendidik (yang etis).
Salah satu contoh kasus
yang diambil adalah iklan teh sariwangi . Iklan yang menunjukkan seorang istri
yang ingin suaminya membetulkan atap rumah mereka yang bocor dengan cara
membuatkan teh yang hangat. Kemudian istri menggungkapkan permintaannya tentang
atap yang bocor dengan suara yang lembut.
Dalam iklan ini
terlihat bagaimana keharmonisan pasangan suami istri dimana untuk
mengungkapakan perasaannya istri tersebut membuatkan dan mengajak sang suami
untuk minum teh sariwangi sehingga hati sang suami lebih tenag dan hangat.
Iklan ini tidak
menunjukkan adanya kekerasan dalam sebuah rumah tangga sehingga iklan ini dapat
dilihat oleh semua umur dan iklan ini sangatlah mendidik.
BAB V
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Dalam membuat iklan
haruslah beretika dan berestetika sehingga iklan tersebut dapat diterima oleh
masyarakat luas. Iklan haruslah mengikuti aturan dan norma-norma yang berlaku,
dimana dalam menyampaikan informasi tentang produk yang dipasarkan sesuai
dengan kebenaran, harus mendidik dan jangan mengejek/ menjatuhkan produk lawan.
5.2.
Saran
1.
Bagi perusahaan
yang akan menawarkan produknya harus melihat dari etika dan estetikanya dalam
menyampaikan informasi kepada konsumen dan juga menyampaikan informasinya
dengan menarik sehingga konsumen tertarik dengan produknya.
2.
Bagi konsumen
yang melihat iklan baik di media massa maupun elektronik harus pintar dalam
memilah-milah produk yang dibutuhkan dan juga harus pintar dalam mencerna makna
iklan yang disamaikan jangan sampai terpengaruh pada iklan yang tidak mendidik
dan cenderung menjelekan lawannya.
DAFTAR PUSTAKA
DR.A.
Sonny Keraf. 1998. “Etika Bisnis; tuntutan dan Relevansinya”. Jakarta:
Kanisius
Garrett, Thomas M.,
SJ, Some Ethical Problems of Modern Advertising, The Gregoriana Univ.
Press, Rome, 1961.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar